Kamis, 07 Februari 2019

Menjadi Dewasa

“Jangan pernah takut menjadi tua, karena pasti menua. Jangan pernah takut dengan usia sebab dengannya tak ada jaminan kita terus berada pada kebaikan. Tapi takutlah tak menjadi dewasa, sebab dengan kedewasaan sikaplah yang akan menjadikan jalan kebahagiaan dan kemuliaan untuk kita dapatkan meski dengan kesukaran yang teramat luar biasa.” @saiful_muhjab (Presiden Mahasiswa Unnes 2019)

Tertohok. Mungkin begitulah yang kurasakan saat baca caption di instagram beliau.
“Enak jadi anak kecil kan, Kak? Nggak perlu ngerasain apa yang dirasain orang dewasa. Nggak perlu pusing, nggak perlu nyesek, nggak perlu mikir macem-macem, nggak perlu menyakiti orang lain. Enak jadi anak kecil kan, Kak?”
“Maksud kamu apa, Dek? Pusingmu, tangismu, itu setara sama amal baikmu. Allah sudah menyiapkan pahalanya.”
“Aku nggak kuat pura-pura jadi dewasa...”
“Apa jadi anak kecil selamanya adalah yang Allah mau?”
“Enggak.”
“Apa jadi anak kecil selamanya adalah jalan menuju jannahNya?”
“Enggak.”
Tangisku pecah. Aku tak kuat. Tapi tak kuatnya aku akan amanah ini lebih Allah sukai daripada aku menghindar dari amanah. Tak kuatnya aku ini lebih Allah sukai daripada aku melepaskan amanah. Aku nggak tau kenapa, aku sering nangis tanpa sebab. Aku sering merasa nggak kuat. Aku sering merasa kok gini amat. Kenapa kegelisahan selalu muncul? Kenapa aku tidak pernah merasakan ketenangan hidup? Hidupku bagai kejutan, nggak bisa ditebak, nggak bisa diprediksi, dan itu menakutkan.”
“Kenapa menakutkan, Dek? Itu kan tandanya Allah pingin kamu pasrah, tawakal.”
Oke! Cerita di atas cuma fiksi belaka.

Jadi, aku pernah mengalami yang namanya takut jadi dewasa. Bagiku, jadi anak kecil selamanya lebih menyenangkan daripada memiliki hubungan atau biasa kita sebut me-ni-kah. Gue punya ketakutan tersendiri tentang pernikahan. Gue takut suami gue gak nerima gue apa adanya. Nggak ada yang tahu kan seperti apa gue sebenarnya? Gue penuh kekurangan. Terlihat baik karena rahmat Allah. Karena itu lebih pingin nikah sama orang yang nggak gue kenal biar dia kalo kecewa, kecewanya nggak parah-parah amat. Gue kayak kepiting. Cangkang sama dagingnya beda.Gue beberapa kali baca buku tentang pernikahan. Alhamdulillah, keinginan menikah sedikit bertambah. Gue cinta sama Nabi, gue mau melakukan sunnah Nabi, sunnah yang menggenapkan separuh agama. Gue gak boleh takut nikah lagi, gue harus berani. Berani naruh seseorang di hati gue yang udah penuh sesak. Kamu, tak kasih ruang deh pokoknya di hati aku. Tapi maaf ya, ruangnya lebih besar buat Allah daripada buat kamu. Aku pasrah padaMu, Ya Allah... Tulisan di atas bener-bener gajeee.. Tapi habis nulis jadi lega... Astaghfirullah... Anggap aja tulisan di atas fiksi belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar