Minggu, 03 Februari 2019

Best Friends Until Jannah

Sungguh bodohnya aku kala itu, yang karena tergiur hiruk- pikuk dunia, aku menjadi gampang baper oleh perlakuan teman-teman di sekitarku.
Karena aku termasuk tipe pemerhati, aku sering memerhatikan tingkah laku orang lain di sekitarku. Kebaperan itu terjadi saat aku ulang tahun, saat teman- teman KKN memberikan selamat padahal sudah lebih dari sebulan kita tidak bertemu tetapi mereka masih ingat hari ulang tahunku. Lalu ditambah seorang teman yang bukan termasuk ikhwah memberikan kado, disusul dengan beberapa teman-teman (masih bukan ikhwah) yang super baik dan menolong tugasku-seperti aku butuh A dan mereka langsung mengirimkan file yang aku butuhkan. Kalau dengan ikhwah-ini cuma dari segi perspektif dan pengalamanku- boro-boro tahu ulang tahunku, kalau ngobrol seringnya tentang amanah. Kalau aku minta tolong kadang seringnya ditunda-tunda terus kelupaan.
“Masak ya mbak kita ngomonginnya amanah mulu, ngomongin yang lain kek, yang bikin bahagia! Ngomong ini, disangkutinnya sama amanah, ngomongin itu, tiba-tiba dikaitkan sama amanah,” pernah aku protes dengan kakak tingkatku mengenai obrolan amanah ini karena aku merasa kita butuh selain obrolan amanah gitu lho!
“Terus mau ngobrolin apa? Kita hidup untuk ummat.”
Sejenak aku terdiam. Udah ngomongin ummat, berat. Mau protes lagi, justru aku yang harusnya muhasabah diri. Kalau udah mulai anti dengan amanah, lebih baik banyak- banyak istighfar, mungkin ada yang salah sama diri kita.
Then, yang aku lihat, banyak aktivis dakwah yang apa-apa ditanggung sendiri, apa-apa dikerjakan sendiri, dan akhirnya mereka merasa sendiri padahal mereka berada di keramaian. Nah, karena mereka hobinya gerak cepat, menyelesaikan urusan agar bisa mengerjakan urusan yang lain, jadi deh terjadi hal semacam tadi. Padahal, prinsipnya amal jamai bukan seperti itu.
“Kenapa dia nggak bilang kalau dia lagi sibuk? Padahal kan bisa kubantu,” sebut saja ukhti A sedang berbicara.
“Dia bilang mau nganterin suratnya kapan?” tanya ukhti B. “Besok.”
“Ya sudah, berarti besok.”
“Nanti sibuk lagi, bilang besok lagi. Apa aku minta aja ya suratnya? Biar aku yang nganterin?”
“Nggak usah, Ukh. Percaya deh sama dia. Amal jamai emang gitu. Kalau anty semua yang ngerjain, namanya bukan amal jamai.”
Dan, salah seorang kakak tingkat pernah berkata kepada adik tingkatnya, “Bukannya tipe macam itu kamu banget dek?”
“Sekarang aku sedang berusaha berubah, Mbak! Nggak mau apa-apa aku kerjain sendiri! Capek! Ada teman-teman yang mau bantuin kok! Meskipun bantuinnya emang kadang nggak sesuai harapan, namanya juga amal jamai.”
Ya, kerja-kerja sendiri itu selain terjadi di dalam amanah organisasi juga terjadi di kehidupan sehari-hari karena nggak mau merepotkan orang lain.
“Ya Allah, dia ujiannya sendirian, nggak ada temen-temen yang bantuin.”
Aku pernah mendengarnya dan posisinya kita datang ketika dia sudah ujian, kadonya pun kita iuran beberapa orang gitu. Pokoknya aku merasa sangat berbeda dengan orang yang bukan ikhwah. Kalau bukan ikhwah, temannya itu ditemani dari awal bahkan sebelum dosennya datang, ditemani menunggu, dan masing-masing orang bawa kado. Sampai aku pernah berpikir, “Kita tu temen, ber-ukhuwah, beberapa kali dapat materi ukhuwah islamiyah, tetapi ya kok kadang ber-ukhuwah-nya gini amat. Kadang saling menyakiti, kadang saling tak peduli. Haha! Lucu, ya!”
Sampai di satu titik akhirnya aku sadar bahwa aku sangat mencintai kalian, ikhwahfillah. Aku mencintai kalian karena Allah. Aku mencintai kalian yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yang berusaha untuk taat, berhijrah, dan istiqomah. Aku mencintai kalian yang semangat ikut kajian, semangat dalam menyambut seruan dakwah. Kalian adalah teman yang tidak menjanjikan dunia, kalian adalah teman yang menjanjikan pertemuan di surga. Karena itu kalian tidak mengingat tanggal lahirku, kalian tidak selalu ada untukku, dan kadang kalian juga nggak peka, kadang nggak ngasih perhatian yang aku inginkan. Karena aku yakin, kalian sangat paham bahwa mengingat hari kelahiran bukan untuk dirayakan tetapi untuk dihayati bahwa umur kita telah berkurang, kita semakin mendekat pada ajal. Dan ketidakperhatiannya kalian hanya tampak dari luar karena aku yakin kalian sering mendoakan kebaikanku, kalian sering menyebutku dalam doa-doa kalian, dan menitipkanku pada Allah, bahwa tanpa kalian aku akan baik-baik saja, asalkan tak kehilangan Allah di hatiku.
Jujur, di balik semua kekurangan yang aku sebutkan di atas, aku merasakan manisnya iman saat bersama kalian. Aku merasakan manisnya ukhuwah islamiyah. Aku merasakan rasa saling tolong-menolong, tak hanya untuk dunia, tetapi untukNya, untuk ridhoNya, jannahNya.
Ukh... suatu hari akan ada yang namanya hari perpisahan. Sebuah pintu gerbang yang akan membatasi pertemuan kita. Saling mendoakan, ya.. Doa kitalah yang akan menembus langit, menembus jarak. Aku sayang kalian karena Allah!
Ya Allah, terima kasih telah mempertemukanku dengan mereka, orang-orang yang mencintaiMu, mencintai RasulMu. Ya Allah, jaga mereka selalu dalam lindunganMu. Jaga ukhuwah kami hingga mampu menembus arasyMu. Jadikan mereka sahabatku, tak hanya di dunia ini. Cinta yang abadi, bertemu di surga, karenaMu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar