Jumat, 25 Februari 2011

Rasa Ini

Rara melihat pesawat terbang yang membawa Sena ke New York. Di temani ayunan yang biasa mereka mainkan.

Rara pulang dengan wajah kusut.
"Ra, dah pulang?? Kenapa kamu tadi nggak ngantar Sena??" tanya Mama Rara.
"Tadi aku 'kan sekolah, Ma," jawab Rara.
"Ya... kamu 'kan bisa bolos dulu. Mama 'kan nggak enak ama Tante Indri,"
"Lagipula, Tante Indri pasti bisa ngerti, kok,"
"Kamu, tu!! Dibilangin ngeyel!"
"Udah lah, Ma..., Rara ke kamar dulu ya!" kata Rara sambil meninggalkan mamanya.
"Anak jaman sekarang! Di bilangin susahnya minta ampun!" kata Mama Rara sabil mengelus dada.

Rara mengunci pintu kamarnya dan menangis semalaman.

~*~

"Tadi malam SMS gua kok nggak dibalas sih??" tanya Asri.
"Gua nggak punya pulsa," jawab Rara.
"Bohong!! Gua cuma nguji kejujuran lu kok! Tadi malam tu, gua nggak SMS lu kale.... Gua tau! Tadi malam, lu pasti nangis, 'kan?? Jujur...! Iya, 'kan??"
"Lu tau aja!"
"Asri gitu lho...!!"

Pulang sekolah...
"Ra, lu pulang duluan aja! Gua ada latihan vokal," kata Asri.
"Ukay. Duluan ya!"  kata Rara.

Rara meninggalkan sekolah. Saat di jalan, ia ditabrak orang dan semua buku yang dibawanya jatuh di jalan.
"Hei!! Dasar orang nggak bertanggung jawab!!" bentak Rara. Orang yang menabraknya pergi begitu saja.
Saat dia sedang mengambil buku-bukunya, ada seorang cowok yang membantunya.
"Makasih," kata Rara sambil tersenyum pada Angga.
"Ni, buku lu!" kata Angga sambil menyodorkan buku pada Rara.
"Iya. Makasih. Lu dari SMA mana??" sambil menerima buku yang diberikan oleh Angga.
"Bukannya kita satu SMA?? Ni buktinya!" sambil melihatkan lengan seragam yang dipakainya.
"Oh, gua kok nggak pernah liat ya??"
"Ya, 'kan di SMA banyak orang. Ngenalin satu-persatu 'kan sulit. Gua termasuk orang yang nggak dikenal,"
"Lu ikut ekstra apa?"
"Sepak bola. Ekstra yang paling dikenal di sekolah 'kan basket,"
"Oh, ya. Kita belum kenalan. Gua Rara. Kalo lu?"
"Gua Angga,"
"Thanks, ya," kata Rara lalu pergi meninggalkan Angga.

~*~

"Eh, Asr, lu kenal yang namanya Angga??" tanya Rara saat makan di kantin sekolah.
"Ra..., kalo manggil gua tu As bukan Asr!" kata Asri.
"Lu kenal nggak?"
"Kelas mana? Nanti gua cari'in!"
"Asr..., gua tanyanya lu kenal pa kagak. Kalo kenal jawab 'ya', kalo kagak jawab 'nggak',"
"Mmm... fifty-fifty. Gua kenalnya Angga anak futsal ma Angga teman sekelas kita,"
"Kalo Angga temen sekelas kita gua kenal!!"
"Apa Angga anak voli? Anak IPS juga ada yang namanya Angga. Atau, Angga Kapten tim basket SMP gua?? Lu milih yang mana?"
"Angga anak sepak bola,"
"Oh, kalo itu gua nggak kenal,"
"Yang tadi? Yang lu bilang anak futsal?"
"Kalo Angga anak futsal gua kenal. Kalo Angga anak sepak bola gua nggak kenal," kata Asri sambil makan mie ayamnya.
"Futsal ma sepak bola tu sama, Asri...!!"
"Beda. Lu katrok sih...! Nggak bisa beda'in sepak bola ma futsal. Nyesel gua, punya temen kayak lu,"
Rara hanya diam. Ia makan bakso dengan perasaan kesal.
"Ya udah, gua kenal. Mang napa??"
Rasa Ini

Rara melihat pesawat terbang yang membawa Sena ke New York. Di temani ayunan yang biasa mereka mainkan.

Rara pulang dengan wajah kusut.
"Ra, dah pulang?? Kenapa kamu tadi nggak ngantar Sena??" tanya Mama Rara.
"Tadi aku 'kan sekolah, Ma," jawab Rara.
"Ya... kamu 'kan bisa bolos dulu. Mama 'kan nggak enak ama Tante Indri,"
"Lagipula, Tante Indri pasti bisa ngerti, kok,"
"Kamu, tu!! Dibilangin ngeyel!"
"Udah lah, Ma..., Rara ke kamar dulu ya!" kata Rara sambil meninggalkan mamanya.
"Anak jaman sekarang! Di bilangin susahnya minta ampun!" kata Mama Rara sabil mengelus dada.

Rara mengunci pintu kamarnya dan menangis semalaman.

~*~

"Tadi malam SMS gua kok nggak dibalas sih??" tanya Asri.
"Gua nggak punya pulsa," jawab Rara.
"Bohong!! Gua cuma nguji kejujuran lu kok! Tadi malam tu, gua nggak SMS lu kale.... Gua tau! Tadi malam, lu pasti nangis, 'kan?? Jujur...! Iya, 'kan??"
"Lu tau aja!"
"Asri gitu lho...!!"

Pulang sekolah...
"Ra, lu pulang duluan aja! Gua ada latihan vokal," kata Asri.
"Ukay. Duluan ya!"  kata Rara.

Rara meninggalkan sekolah. Saat di jalan, ia ditabrak orang dan semua buku yang dibawanya jatuh di jalan.
"Hei!! Dasar orang nggak bertanggung jawab!!" bentak Rara. Orang yang menabraknya pergi begitu saja.
Saat dia sedang mengambil buku-bukunya, ada seorang cowok yang membantunya.
"Makasih," kata Rara sambil tersenyum pada Angga.
"Ni, buku lu!" kata Angga sambil menyodorkan buku pada Rara.
"Iya. Makasih. Lu dari SMA mana??" sambil menerima buku yang diberikan oleh Angga.
"Bukannya kita satu SMA?? Ni buktinya!" sambil melihatkan lengan seragam yang dipakainya.
"Oh, gua kok nggak pernah liat ya??"
"Ya, 'kan di SMA banyak orang. Ngenalin satu-persatu 'kan sulit. Gua termasuk orang yang nggak dikenal,"
"Lu ikut ekstra apa?"
"Sepak bola. Ekstra yang paling dikenal di sekolah 'kan basket,"
"Oh, ya. Kita belum kenalan. Gua Rara. Kalo lu?"
"Gua Angga,"
"Thanks, ya," kata Rara lalu pergi meninggalkan Angga.

~*~

"Eh, Asr, lu kenal yang namanya Angga??" tanya Rara saat makan di kantin sekolah.
"Ra..., kalo manggil gua tu As bukan Asr!" kata Asri.
"Lu kenal nggak?"
"Kelas mana? Nanti gua cari'in!"
"Asr..., gua tanyanya lu kenal pa kagak. Kalo kenal jawab 'ya', kalo kagak jawab 'nggak',"
"Mmm... fifty-fifty. Gua kenalnya Angga anak futsal ma Angga teman sekelas kita,"
"Kalo Angga temen sekelas kita gua kenal!!"
"Apa Angga anak voli? Anak IPS juga ada yang namanya Angga. Atau, Angga Kapten tim basket SMP gua?? Lu milih yang mana?"
"Angga anak sepak bola,"
"Oh, kalo itu gua nggak kenal,"
"Yang tadi? Yang lu bilang anak futsal?"
"Kalo Angga anak futsal gua kenal. Kalo Angga anak sepak bola gua nggak kenal," kata Asri sambil makan mie ayamnya.
"Futsal ma sepak bola tu sama, Asri...!!"
"Beda. Lu katrok sih...! Nggak bisa beda'in sepak bola ma futsal. Nyesel gua, punya temen kayak lu,"
Rara hanya diam. Ia makan bakso dengan perasaan kesal.
"Ya udah, gua kenal. Mang napa??"
 "Ri, gua pingin curhat," kata Rara setibanya ia dan Asri di kamarnya.
"Baru aja kita sampe, malah mau curhat! Nanti dulu, ah! Gua lapar. Bawa'in makanan dong...!! Please...!" kata Asri memelas.
"Tapi, curhatnya sekarang!"
"Ada makanan, bisa curhat,"
Rara mengambil beberapa cemilan.
"Wuih..., banyaknya...," seru Asri.
"Udah puas?"
"Sekarang, lu mau curhat apa?? Coba gua tebak! Lu pasti mau cerita tentang anak futsal itu 'kan??"
"Tau aja! Iya. Gua... kayaknya suka, deh ma dia,"
"Habis ditinggal Sena pergi, pindah ke lain hati,"
"Tapi, perasaan pada Sena tetap ada. Selamanya, perasaan itu 'kan tetap abadi,"
"Lalu?"
"Gua kayaknya juga suka ma Angga,"
"Ikutilah kata hati lu. Karna, hati akan menuntun kita ke jalan cinta kita berada,"
"Iya,"
"Pertimbangkanlah apa yang kau pilih. Jangan tergesa-gesa. Lagipula lu nggak tau 'kan, Sena suka ma lu pa nggak?"
Rara hanya mengangguk.
'Benar juga, gua nggak tau Sena suka ma gua pa kagak,' kata Rara dalam hati.

~*~

Saat Rara bermain ayunan...
Rara bermain dengan wajah sedih seperti ingin menangis.
"Hey!" seru Angga bercucur keringat sambil memegang bola basket.
"Hey!" wajahnya masih terlihat sedih.
"Ra, boleh nggak, gua nemenin lu??" tanya Angga.
"Boleh dong! Nggak ada undang-undang yang ngelarang, kok!" jawab Ara dengan semangat.
"Kok, wajah lu cepet banget berubah sih?"
Rara hanya tersenyum.
Angga meletakkan bola basketnya dan mulai mendorong Rara.
"Lu pasti sedang mikirin cowok yang biasa nemenin lu di sini 'kan?" tanya Angga.
"Angga...!! Udah, deh! Nggak usah ngomongin tentang dia!"
Mereka bermain dalam diam.

Banyak hal, kejadian, dan masa-masa indah yang dialami Rara dan Angga. Tumbuhlah benih-benih cinta di hati Rara.

Saat mereka sedang bermain ayunan...
"Lu mau ngelanjutin ke mana?" tanya Rara setelah mereka dinyatakan lulus.
"Mm... gua mau lanjut kuliah. Kalo lu??"
"Gua pingin lanjut kuliah di New York,"
"New York??"
"Gua dapat beasiswa. Nggak sia-sia perjuangan gua selama ini,"
"New York?? Kenapa harus di sana?? Kenapa nggak di Indonesia aja??"
"Gua pingin ketemu ma seseorang. Gua pingin masti'in perasaan gua. Gua pingin juga jujur tentang perasaan gua,"
"Orang itu..., orang yang biasa nemenin lu di sini 'kan??"
Rara hanya mengangguk.
"Lu suka ma dia, ya? Cinta?? Sejak kapan??"
"Sejak... aku SMP. Aku bukan hanya suka, aku cinta ma dia,"
"Apakah tak ada orang lain yang lu suka??"
"Nggak ada. Mungkin suka tapi hanya sebatas sayang,"
"Siapa?"
"Entahlah. Mungkin suatu hari nanti gua bakal nemu'in orang itu,"
"Gua kira lu udah nemu'in!!"
"Kalo lu, pernah suka ma cewek??"
"Pernah. Kalo nggak pernah, berarti gua nggak normal dong!! He he he...,"
"Siapa?"
 Angga menghentikan ayunan dan berkata, "Mm..., ada deh!! Pokoknya dia cewek,"
"Dah nyoba nembak pa belum??"
"Ya belum lah! Paling gua ditolak!"
"Ya..., dicoba dulu! Gimana lu bisa suka ma dia?"
"Dia nolongin gua saat gua hampir jatuh dan terjatuh. Gua nggak akan pernah ngelupa'in dia meskipun cinta gua nggak pernah gua sampaikan," lalu Angga melanjutkan ayunannya.
"Nolongin lu?"
"Iya. Waktu gua masih kecil,"
"Oh..., pasti wanita itu beruntung!" kata Rara dengan nada kecewa.

~*~
Waktunya Rara pergi ke New York.
"Ra, met jalan ea! Hati-hati di sana! Semoga lu bisa bertemu dengannya! Jangan lupa'in gua ya...!" kata Asri sambil menahan tangis.
"Iya, sayang. Jangan lupa sering-sering ngasih kabar ke mama, ya..?!" kata Mama Rara.
"Iya, Ma. Asr, jaga diri lu baik-baik, ya?! Gua pasti kangen ma lu," kata Rara sambil pergi menuju ke pesawatnya.

'Dia nggak datang. Orang yang ku tunggu nggak datang. Di SMA, rasaku tertinggal. Aku baru sadar, aku tak bisa hidup tanpanya. Aku baru sadar, perpisahan ini menyakitkan, seperti saat aku kehilangan Sena. Tapi, apa daya, ku tak kuasa. Dia tak mencintaiku. Dia mencintai orang lain. Dapatkah ia merasakan bahwa aku menantinya?? Aku ingin melihatmu untuk yang terakhir kali. Biarlah. Biar ku pendam rasa ini. Rasa yang tercipta untukmu. Angga.' kata Rara dalam hati sambil menahan tangis.

~*~

Pesawat Rara telah lepas landas.

Di ayunan taman...
"Selamat jalan, Rara.... I will always wait you,"

~SELESAI~