Rabu, 15 Juni 2022

Conference Mathematics

Tahun 2022

Seminar Nasional 2022
DL Abstrak 25 Juni 2022

DL Abstrak: 30 Juni 2022
Scope:


Literasi dan Numerasi dalam Digitalisasi Pembelajaran Matematika
DL Abstrak 30 Juni 2022
Pengumuman Abstrak 9 Juli 2022
DL Full Paper 1 Juli 2022
Pengumuman Full Paper 18 Juli 2022

Jumat, 10 Juni 2022

Sabtu, 16 Februari 2019

Tentang Garis Tika yang Tidak Selalu Lurus

Hai, namaku Atika, seorang alien yang diminta menyebarkan kebaikan di bumi. Nabi Muhammad pernah bilang bahwa umatnya akan menjadi alien, dianggap asing oleh sekitarnya. Maka berbahagialah kamu yang menjadi alien, yang hidupnya terasing bagai memegang bara api.
 
Aku menyukai buku. Lebih susah kalau ghadhul bashar sama buku. Kalau lihat buku, pinginnya dibeli. Kalau dikasih oleh-oleh, pinginnya dikasih buku. Makan cinta emang nggak bikin kenyang tetapi makan buku bisa bikin lapar hilang.
 
Aku suka hujan. Karena hujan itu rahmat, berkah, dan cinta.
 
Aku hobi nyetalking orang. Eits, jangan ditanya udah pernah nyetalking siapa saja. Karena murabbi yang baik adalah murabbi yang tahu segala tentang mutarabbinya.
 
Dan sedang berusaha membina, bukan membinasakan. Bagaimanapun aku mau menanam di bumi ini.
 
Cita-citaku masuk surga. Jadi, segala sarana dan upaya untuk mendapatkan surga, pasti akan aku ikhtiarkan.
 
Salam kenal! Saya suka berteman dengan semua orang. Menyukai perjumpaan dan perpisahan karena keduanya sangat menyenangkan.
 
Perjumpaan bagaikan fajar, perpisahan bagaikan senja. Fajar kan bertemu senja. Meskipun setelah senja, malam gelap gulita, fajar kan datang kembali, memenuhi janjinya.
 
Cerita di sini masih akan terus berlanjut. Karena tulisan bertujuan untuk mengingatkan.

Allah Memberi Cobaan

Berbahagialah kamu yang sedang diberi cobaan oleh Allah. Bisa jadi Allah bermaksud menggugurkan dosa-dosamu. Bisa jadi Allah ingin menjadikan syukurmu bertambah dan sabarmu meluas. Allah ingin agar kamu semakin mendekat padaNya karena ternyata kamu yang diberi kenikmatan tak kunjung mendekat. Ia rindu padamu. Ia kirimkan cobaan agar kamu mendekat padaNya. Dekat sedekat dekatnya hingga tak ada lagi hal yang menyekutukanNya.
Allah menyayangimu. Ia ingin meninggikan derajatmu dengan cobaanNya. Karena ternyata, kamu lebih kuat, kamu lebih tegar, kamu mampu melewati segala rintangan. Dan setelah derai ujian ini berakhir, kau akan tersenyum, mengucap syukur, bahwa dirimu telah menjadi lebih dari sebelumnya.
Bersyukurlah, karena bisa jadi di luar sana ada yang ujiannya lebih berat dari apa yang menimpamu sekarang. Bersabarlah, karena Allah bersama orang-orang yang sabar. Allah tidak akan menguji hambaNya melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mencintaimu. Ia merindumu. Nikmati waktu bersamaNya. Karena jika kau melakukan maksiat dan dosa namun Ia tidak menegurmu, bisa jadi Ia sudah tidak peduli lagi padamu. Naudzubillah min dzalik.
 Aku tahu rasanya mengucap alhamdulillah saat mata berderai air mata. Aku tahu rasanya mengucap syukur saat eskpetasi tak sesuai kenyataan. Sakit. Aku dipaksa menerima padahal aku tidak menginginkannya. Tetapi dari situ aku belajar pasrah, pasrah atas ketetapanNya. Ia sudah menyiapkan rencana terbaiknya untuk kita. Rencana indah yang entah kapan datangnya. Nanti kalau hari-hari indah telah datang setelah ujian, kau akan paham, betapa baiknya Dia. Dia menyayangimu. Dia ingin yang terbaik untukmu. Meskipun kadang apa yang dilakukanNya tak sesuai keinginannmu. Karena Dia tahu mana yang terbaik untukmu. Dia tahu mana yang sesuai untukmu. Dia tahu mana yang tepat untukmu.
Masih mau mengeluh?

Sekdep Oh Sekdep

Dua tahun lalu, ketika saya diamanahi menjadi sekretaris departemen. Dua tahun lalu mah nggak bisa nolak. Tiba-tiba dapat undangan, dateng-dateng ternyata sosialisasi PH+. Ya Allah… nggak ditembungin, tiba-tiba dikasih amanah. Amanah kan emang bukan buat ditolak. Tapi caranya ya nggak kayak gini juga kaleee~
Amanah itu tidak boleh diminta, tidak boleh juga ditolak. Bukan urusan amanah itu berat atau tidak, melainkan pembelajaran apa yang bisa kita dapatkan.
Seringkali takdir berlainan dengan rencana kita, tetapi percayalah ketika kita ikhlas menjalaninya semata-mata hanya karena Allah, cerita takdirNya tentu akan lebih indah dibanding cerita kita.
(Siti Aliyah Hani)
Aku tak pernah mau jadi sekretaris, entah sekretaris apapun itu. Aku pernah trauma ketika menjadi seorang sekretaris. Aku nggak suka ngetik-ngetik, administrasi, persuratan, nyatet-nyatet, hadeeehh, ngayomin, ngasih perhatian ke anak-anak, mending aku yang dikasih perhatian. Haha! Tapi karena ini amanah, ya mau bagaimana lagi. Apa yang bisa kupelajari dari amanah ini? Ambil pelajaran sebanyak mungkin.
Aku belajar untuk menekan ego, tak memperturutkan egoku. Sifatku masih kekanakan. Nggak cocoklah jadi sekretaris. Ya nggak? Apa aku sudah terlihat sok dewasa?
Aku belajar untuk berubah. Aku nggak suka basa-basi. Tetapi ternyata hal tersebut malah membuat adik-adik yang kurang aktif merasa aku hobinya cuma ngomongin amanah. Akhirnya, di tahun terakhir, gue sering chat adik-adik cuma sekedar basa-basi, tanya kabar, kesibukan, balesin statusnya mereka. Sering banget tiba-tiba kalau mau tidur keinget, “Aku belum lihat statusnya anak-anak!” Langsung deh buka WA buat lihat statusnya mereka dan membalas status tersebut kalau memang memungkinkan untuk dibalas. Alhamdulillah mereka sering update status, jadi tahu deh mereka lagi ngapain aja.
Kalau ada yang nggak bisa dateng, atau izin, tetep dibalasin chat-nya.. Dikasih semangat dan didoakan.. Dulu males banget balesin chat, sekarang jadi lebih sering bales, entah chat-nya penting atau nggak.
Aku masih merasa bersalah atas amanah 2 tahun sebelumnya. Dan di tahun terakhir ini aku mulai berbenah. Ketika PPL di Magelang dan KKN di Batang, aku jarang menghubungi adik-adik. Aku nggak suka buka WA, apalagi tugasku juga banyak. Jadi bisa dibilang aku seolah meninggalkan adik-adik. Lalu tiba-tiba aku berpikir, bagaimana ya jika aku punya anak, anakku tinggalnya jauh dari aku, dan aku lebih peduli sama tugasku daripada buka WA buat chat dia. Ya Allah, aku pasti jadi Ibu yang nggak Ibu- able bangeeett.. Akhirnya dari situlah aku mulai suka nge- WA adik-adik dan teman-teman. Kadang ngirimin VN gaje, nyanyi gaje terus dikirim, ngucapin ulang tahun kalau tahu tanggal ultahnya, ngucapin selamat kalau sedang memperoleh keberhasilan, dan blablabla.. Jangan sampai begitu amanah berakhir, ukhuwah jadi renggang…
Dan yang paling membuatku merutuki kenapa aku menerima amanah jadi sekretaris adalah saat LPJ-an. Gak suka bikin LPJ-an… Dan alhamdulillah udah demisioner hehe!
Apakah aku sudah jadi sekretaris yang baik, ya? Pasti banyak kekurangan di sana-sini. Pas itu bikin surat salah tanggal lagi!
Alhamdulillah lhooo~ aku bahagia punya departemen Diklat. Mereka semangat semua… Mereka keren-keren semua… Devi, Rina, Nikmah, Istiar, Widia, Aji, Afief, Mirza, Wahyu. Thank you all~~ Jadi kan di diklat itu kalau ada yang milad dikasih buku, ya.. dan ada tanda tangan dari fungsionaris terutama yang Diklat. Lah, belum semuanya dapat buku. Masih ada 3 orang yang belum dapat karena nunggu pada ngelunasin kas departemen. Paling nggak, dengan tanggungan buku itu, aku punya alasan buat ketemu kalian. Kita punya alasan untuk bertemu dan menanyakan kabar. Kita punya kesempatan untuk bersalaman dan saling berpelukan, meluruhkan dosa-dosa di setiap kali tangan kita berjabatan, tersenyum, menyedekahkan senyuman pada saudari kita. Nggak tahu kapan, yang penting kapan-kapan ketemu yaaa~ Tanggungan buku nih, tanggungan. Hehe!
Amanah teremban pada pundak yang semakin lelah, bukan sebuah keluhan, ketidakterimaan atau terlebih surut langkah ke belakang.
Ini adalah awal pertempuran, awal pembangkitan sayap di antara kita yang beriman. Wahai diri, sambutlah seruanNya. Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan, bukan menghindari peperangan.
(KH. Rahmat Abdullah)

Memaafkan dan Berdamai

Kemarin, pas syuro Diklat, Rina ngasih taujih yang baguuus banget! Pas banget karena besok kita udah demisioner.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan dengan para sahabat, tiba-tiba Rasulullah SAW tertawa ringan sampai terlihat gigi depannya.
Sayyidina Umar ra. yang berada di situ bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku diberi tahu malaikat bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala di hadapan Allah SWT.”
“Salah seorang mengadu kepada Allah sambil berkata, “Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku.”
Allah SWT berfirman, “Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikit pun?”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa- dosaku dipikul olehnya.”
 Sampai di sini, mata Rasulullah SAW berkaca-kaca. Rasulullah SAW tidak mampu menahan tetesan air matanya.
Beliau menangis…
Lalu beliau berkata, “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya.”
Rasulullah SAW kembali melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah berkata kepada orang yang mengadu tadi, “Sekarang angkat kepalamu.”
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu berkata, “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak bertahtakan intan berlian. Istana itu untuk Nabi yang mana, Ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, Ya Rabb? Untuk syuhada yang mana, Ya Rabb?”
Allah SWT berfirman, “Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya.”
Orang itu berkata, “Siapakah yang mampu membayar harganya, Ya Rabb?”
Allah berfirman, “Engkau mampu membayar harganya.”
Orang itu terheran-heran sambil berkata, “Dengan cara apa aku membayar harganya, Ya Rabb?”

Allah berfirman, “Caranya, engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya kepadaKu.”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kini aku memaafkannya.”
Allah berfirman, “Kalau begitu, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu.”
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian saling berdamai dan memaafkan, sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin.”
Kisah di atas terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim, dengan sanad yang shahih.
Ya Allah… jadi begitu ya? Jadi begitu? Aku ingin memaafkan kesalahan orang lain di dunia. Tak mau kubawa perasaan marahku ke akhirat. Maafkan diriku ya saudara saudariku.. sekiranya aku pernah menyakitimu. Semoga kita besama-sama masuk surga. ^^

Ada yang Berbeda

Rasanya memang berbeda. Kalau biasanya bisa ngorbanin keinginan atau tugas pribadi dan lebih memilih berkontribusi untuk mendatangi undangan-undangan seruan beramal, sekarang kebutuhan diri sendirinya semakin kecil. Adanya kebutuhan keluarga yang meminta ini-itu.
Aku sempat bingung karena nggak pernah ikut syuro atau izin tiap ada acara. Izin mulu, izin mulu. Lah gimana lagi coba, aku capek kalau harus debat sama orangtua. Akhirnya aku menemukan jalan keluar. Jalan keluarnya berat. Aku memutuskan bahwa aku harus tilawah saat nggak bisa ikut syuro atau nggak ikut suatu acara. Aku harus berpakaian syari juga meskipun di rumah, yah mukena juga syari kan? Hehe! Kalau ada undangan syuro jam 4 dan posisi aku masih di BRT, aku harus tilawah di BRT, atau hafalan, dzikir, dan berdoa agar syuronya lancar, teman-teman dimudahkan langkahnya untuk datang, diberi kelapangan hati, dimudahkan lisannya untuk berpendapat maupun berbicara, dibahagiakan ketika bertemu teman-teman lainnya, diluruskan niatnya agar untuk Allah semata, dan semoga acaranya dilancarkan, nggak ada hambatan, yang susah jadi mudah, yang sedih jadi bahagia, yang banyak beban jadi terasa ringan.
Lalu kalau sudah sampai rumah dan syuronya masih, ya lanjut tilawah, ya pokoknya nggak leha-leha. Begitu pun kalau ada acara. Kalau aku nggak bisa ikut, ya aku harus gitu. Kalau nggak gitu, hm… rasa-rasanya aku mau lepas aja. Hehe!
Soalnya semakin besar pengorbanan kita, itu tandanya kita semakin mencintai sesuatu itu. Meskipun aku nggak datang syuro/acara, aku kan sudah berkorban untuk tilawah dan berdoa. Kalau aku tidak melakukan hal semacam ini, aku biasanya lupa, “Eh ada syuro ternyata. Wah aku nggak bisa ikut, kan di rumah, ya udah santai-santai aja, biar yang bingung temen-temen.” Hehe! Nggak mau jadi kayak gituuuuu~
Semangat!! Berat? Iya! Tapi teman-teman yang sedang syuro atau sedang melaksanakan acara jauuuhh lebih berat perjuangannya. Aku yang tidak di lapangan juga harus berikhtiar semaksimal mungkin! Yosh!
Aneh ya, aku pas nulis ini berasa nggak pingin pamer. Pamer? Ya Allah, diriku yang penuh aib ini, apa yang bisa dipamerin? Aku pelupa dan tulisan-tulisan biasanya mengingatkan dan menguatkan. Apalagi kalau itu tulisanku sendiri. Kalau lagi futur, tulisan diri sendirilah yang paling menguatkan.