Rabu, 27 Juni 2018

Teman dalam Sepi dan Ramai

Jumat, 22 Juni 2018 (H+7 Lebaran)

Unnes sepi poooooolll~ Tapi mereka datang dari Pati dan Kendal. Hehe! Makasih lhooo~ Kalian emang temen dalam sepi dan ramai ^^

Suhu di Rumah

Sekarang, aku sudah tidak ngekos lagi. Meskipun masih ada jatah kos sampai bulan Juli, namun aku sudah pindahan. Barang-barangku di rumah semua, kecuali seprei karena masih dipakai.

Rumah. Selama empat tahun, aku menganggap rumah sebagai tempat istirahat di antara hiruk pikuk amanah dan tugas kuliah. Pulang ke rumah adalah hal yang menyenangkan, beban di pundak rasanya plong semua. Seolah-olah rumah adalah surga, menjanjikan kebahagiaan dan kehangatan.

Rumah. Segalanya terpenuhi. Membahagiakan banget pokoknya! Tetapi, di rumah juga, aku gampang banget futurnya. Karena serasa gak ada beban, ibadah pun juga...... Astaghfirullah.. kadang, kalau udah lelah sama kondisi diri yang tak kunjung mendekat ke Allah, jadi kangen sama Unnes, kangen sama temen-temen yang sholehah, kangen kajian, kangen sholat jamaah, dan kangen-kangen lainnya. Tapi apa dayaku? Biasanya masih liburan, balik ke Unnes pun nggak ada orang.

Untuk sekarang, rumah bukan lagi tempat berleha-leha. Rumah bukan lagi tempat untuk berfutur diri. Sudah cukup! Targetan Ramadhan harus dilanjutkan! Harus berusaha ikut kajian. Karena jauh dari Unnes dan agak kesusahan kalau kajian, sering-sering dengerin kajian online aja. Alhamdulillah ada Hafizh sampai pertengahan Juli, jadi bisa murajaah sambil nyari penggantinya Hafizh. Sampai-sampai masang targetan tiap hari.

Ya Allah... di rumah itu lebih berat. Gak ada teman kayak di kos-kosan, susah kalau jamaah karena tempat sholatnya kecil, dicekokinya dangdut indosiar. Di rumah itu, harus survive! Kalau nggak survive, bubar semua! Survive iman!

Karena aku sadar, aku dai sebelum apapun. Aku adalah aktivis dakwah di mana pun aku berada. Aku harus terus menampilkan akhlak yang baik. Bagaimana mungkin di rumah aku masih berleha-leha dan nggak mau baca Al-Quran? Ke sana ke mari dengan hati kosong tanpa Al-Quran? Bagaimana mungkin niat untuk berdakwah dan menjadi teladan bisa terealisasikan kalau aku nggak pernah tahajud? Bagaimana mungkin aku direstui jalannya kalau masih bantah orangtua? Bagaimana mungkin aku dapat jodoh yang baik, idaman, kalau sekarang masih malas-malasan?

Come on! Jangan malas! Rumah adalah ladang dakwah! Kalau kamu malas baca Al-Quran, bapak dan ibu juga malas. Kalau kamu sholatnya ditunda-tunda, Noval juga akan ikut-ikutan. Come on! Tetap jadi Atika yang rukhiyahnya kayak di Unnes.

Kamu hanya perlu bersabar dan terus memperbaiki diri. Barangkali sebentar lagi kamu akan dipertemukan dengan orang baik. Insyaallah.

Minggu, 24 Juni 2018

Sabarnya Ibu

Aku belajar dari kesabaran seorang ibu, ibuku sendiri, yang telah mengandung dan melahirkanku. Merawatku hingga aku menjadi sebesar ini.

Ibu begitu sabar, menghadapiku, noval, dan juga bapak.

Pernah kuberpikir, bagaimana ibu bisa sesabar itu? Bagaimana ibu bisa sekuat itu? Bertahun-tahun bapak menjadi pengangguran. Bertahun-bertahun setelahnya bapak kerja serabutan. Bertahun-tahun pula gaji bapak tak lebih banyak dari gaji ibu. Bagaimana caranya ibu dapat bertahan? Dan selalu ibu yang salah. Termasuk aku yang sering menyalahkan ibu. Aku yang sering merasa kurang diberi kasih sayang. Tak melihat jerih payah ibu yang terus bekerja untuk menghidupi kebutuhan kami.

Aku dan noval pun sama. Sama. Sama. Ya Allah... lembutkanlah suara kami ketika berbicara dengan ibu.. Ya Allah, buatlah kami patuh kepada ibu.. jadikan kami anak yang sholeh sholehah agar kelak dapat membawa ibu ke surga. Karena kami tahu, kami tak bisa membalas jasa beliau di dunia.

Semarang, 24 Juni 2018

Silmi ke Pak Pri

Intinya, habis dari nginep di rumahnya Eva, aku dan Husna langsung cuuss ke rumahnya Pak Pri.

"Kalau guru sudah berorientasi pada uang, maka rusaklah pendidikan kita. Rusak pula lembaganya. Orientasi guru harus dikembalikan lagi, yakni mencerdaskan siswa."

Sekecil apapun gajimu nanti, orientasimu harus tetap sama, mencerdaskan siswa. Ingat, tinggalkan akhlak. Tinggalkan akhlak!

"Kalau nanti kalian sudah nikah, malamnya, suami itu harus bilang ke istri, 'Dek, lima tahun yang akan datang, pasti akan muncul banyak problematika. Saling mengingatkan ya, dek. Saling menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain.' Sebagian besar pasangan suami-istri menghadapi masa-masa sulitnya di lima tahun pertama. Karena itu, jika dapat melewati lima tahun ini, insyaallah jika ada masalah setelahnya dapat teratasi. Dengan saling mengingatkan dan menerima."

"Bumi Allah itu luas. Mau dapat jodoh dari mana saja, mau nantinya tinggal di mana saja. Insyaallah tidak apa-apa karena masih di buminya Allah. Sebagai orangtua, titipkan doa untuk anak-anak dan cucunya."

Semoga Pak Pri selalu sehat ya, Pak..

Dari silminya ini, aku dapat satu pelajaran berharga. Tentang membina.

Mahasiswa Pak Pri yang sudah lulus dan sekarang jadi guru, kirim WA ke Pak Pri, "Pak, ilmunya belum tersampaikan ke murid-murid, Pak.. Ilmu yang dari Pak Pri.."

Guru di pelatihan, dengan pembicaranya adalah Pak Pri, ketika Pak Pri bilang mau pensiun, guru-guru berkata, "Jangan pensiun dong, Pak.. ilmunya Pak Pri tu lho, Pak.. maneman.. belum disampaikan semuanya.."

Aku sadar satu hal. Coba Pak Pri punya binaan. Bayangkan kalau kita tidak membina, bayangkan kalau ilmu-ilmu kita hanya untuk kita sendiri. Asal menyampaikan, tanpa ada program terstuktur. Gak tau apakah ilmu itu sudah disampaikan apa belum, gak tau apakah ilmu itu terus mengalir atau berhenti. Ilmunya Pak Pri banyaaaakk bangeett.. Pak Pri bukan anak organisasi.. tetapi Pak Pri adalah mahasiswa yang rajin dan perhatian, mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan.

Pernah ku berpikir untuk menjadi seperti Pak Pri. Melepas semua ini sepertinya menyenangkan. Fokus pada pendidikan saja, fokus pada kuliah. Tetapi nyatanya, aku tak bisa. Aku tak bisa. Aku mau membina, aku tak mau melepas amanah ini. Ya Allah.. kasih binaan ya sebelum aku lulus aamiin.. :)

Senin, 18 Juni 2018

Gua Kiskendo

Suatu hari nanti, kalo ke sini lagi, insyaallah pingin baca Quran di sini, sambil menikmati pemandangan gua, diiringi gemericik air. Pastinya, saat pengunjungnya nggak banyak-banyak amat.

Namanya Gua Kiskendo, berada di daerah Boja. Deket banget sama rumah saudaranya Mbak Dwi. Masuknya 7000 dan tempatnyaaa wooww~~

Rabu, 13 Juni 2018

Pasca Kampus

Gue sebenernya punya kegalauan tersendiri soal pasca kampus ini. Galau soal masa depan gue. Bermacam ketakutan tiba-tiba hinggap. Soal pekerjaanlah, jodohlah, uanglah. Tetapi akhirnya gue sadar. Kalau loe yakin akan adanya Allah, akan rahmat dan nikmat Allah, loe harusnya nggak galau. Loe harusnya berhusnudzan pada Allah bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan hambaNya yang beriman dan bertakwa kepadaNya. Masalahnya, loe udah beriman dan bertakwa belum? Kalau belum, buruan deh perbanyak taat biar kehidupan masa depan loe terjamin. Jadi, ketika loe diterpa berbagai macam cobaan, loe bakal memilih sabar dan syukur. Loe bakal memilih taat agar selalu dekat denganNya. Kedekatan denganNya lebih loe sukai daripada dunia dan seisinya. Sudahkah loe taat?

Orang baik akan dipertemukan dengan orang baik.

"Makanya ukh, biar ada orang yang selalu mengingatkan kita, paling aman ya nikah habis lulus nanti."

Aku terkekeh dengerin omongannya Bu Rizsa. Hehe! Maaf ya, bu... Aku masih mau single sampai beberapa tahun lagi. Ada yang harus kuurus sebelum menikah. Nih nggak tau, mau nyembuhin penyakit dulu. Apa jangan-jangan penyakitnya justru sembuh kalau sudah nikah? Hehe nggak tau deh.. Masih mau jalan-jalan sendirian dulu.. Masih mau single sampai beberapa tahun ke depan.

Kalau ngomongin nikah, aku agak takut. Bukan takut nikah. Takut karena ternyata menikah adalah sunnah Rasulullah dan seharusnya di usiaku yang sekarang, aku sudah harus nikah. Tetapi kenyataannya aku belum dan pernah baca hadits lebih baik meninggal dalam kondisi sudah menikah. Hehe! Duuhh gimana ya..

Kok jadi ngomongin nikah?

Pasca kampus nanti... Tika mau nyoba daftar di PPPA Darul Quran, untuk mengajar di tempat terpencil.. Mau lanjut S2 dan S3 di luar negeri juga. Oh ya, tahun ini insyaallah bikin paspor ^^

Kalau cerita pasca kampus pasti ada yang tanya, "Terus nikahmu kapan?"

Dan kujawab sambil tersenyum, "Di sela-selanya."

Ingatlah, asal dekat dengan Allah, everything gonna be OK!

Ada hal yang kutakutkan. Sangat kutakutkan. Pisah dari teman-teman. Jarang berkumpul dengan orang-orang sholeh sholehah. Kesusahan ikut kajian pagi dan sore di kampus atau nggak bakalan ikut lagi.

Ada Allah. Ya, ada Allah. Ya Allah, teguhkanlah hati hamba di atas agamaMu. Hamba masih pingin ikut kajian terus. Hamba pingin semangat hafalan terus. Hamba pingin bisa baca Al-Ma'tsurat tiap pagi dan sore. Hamba pingin dikumpulkan dengan orang-orang baik. Hamba pingin dekat terus dengan Al-Quran. Pasca kampus nanti, hamba nggak bisa meraba-raba tentang masa depan. Hamba masih mau liqo. Masih mau sedekah. Masih mau melakukan projek kebaikan. Masih mauuuuu ngobrol sama adik-adik. Ini bulan ramadhan, penghujungnya. Kabulin ya, Ya Allah?

Kejenuhanku kumat. Tapi aku nggak mau cerita. Aku ingin segera lulus dan mencari hidup yang baru. Kuharap bukan karena dunia. Aku ingin mengamalkan kandungan ayat Al-Quran bahwa bumi Allah itu luas. Maka aku ingin berjalan di muka bumi melihat tanda-tanda kebesaran Allah.

Semarang, 13 Juni 2018 (Di rumah, H+29 Ramadhan. 10.53)

Buat Dunia

Kalau segala yang kita lakukan untuk dunia, rasa-rasanya...

Ya Allah, ternyata sulit ya jika niat ini hanya ditujukan padaMu, tanpa melihat dunia. Tanpa sedikit pun menoleh untuk mendapatkan bagian dari dunia.

Astaghfirullah..

Buat status, posting foto, tujuannya untuk eksistensi diri, biar dapat like dan comment yang banyak.

Semangat hafalan biar menginspirasi orang lain, biar orang lain jadi kagum.

Rajin datang rapat agar orang-orang menganggap dirinya bertanggung jawab.

Banyak-banyak khatam di bulan Ramadhan agar kalau ditanya orang sudah khatam berapa kali, dia nggak malu buat ngejawab.

Sholatnya lama sekali agar dikira khusyuk.

Merasa lebih baik dari orang lain.

"Masyaallah... sholehah sekali.."

"Masyaallah ukhti..."

Aku takut. Sangat takut. Jika apa yang kulakukan ini hanya untuk dunia semata. Aku ketakutan. Setiap kali pujian datang, aku merasa sebal oleh pujian itu.

"Nggak kok. Aku nggak sebaik yang kalian kira. Aku nggak se-sholelah itu. Aku nggak baik. Aku banyak kurangnya. Aku cuma gumpalan aib yang kelihatan baik karena rahmat Allah."

Aku pernah. Banyakin ibadah biar buku liqo-nya isinya bagus. Aku pernah. Semangat hafalan buat ngedapetin dunia. Aku pernah. Malu kepada manusia atas amal-amalku yang kurang banyak.

Ya Allah... harusnya kan malunya kepadaMu. Harusnya amal dan ibadahku karenaMu.

Aku malu, Ya Allah... aku malu... aku malu kepada Engkau.. Aku malu karena ternyata saat aku sendirian, aku bukannya mendekatkan diri kepadaMu, malah aku sering terlena kepada dunia. Aku malu, aku malu dijuluki aktivis dakwah. Aku sangat malu oleh amanahku di kampus. Aku nggak baik. Aku banyak kurangnya. Aku berlumur dosa.

Aku teringat ketika diberi hadiah oleh Pak Asikin karena udah baca 16 juz di hari ke-16 Bulan Ramadhan. Dari Pak Asikin, yang hadiahnya termasuk kecil (buku tentang syiah), aku senaaaangg~~ sekali. Apalagi kalau hadiahnya dari Allah. Apalagi kalau kita ikhlas dan hanya mengharap ridha Allah. Pasti dunia dan seisinya ini nggak ada apa-apanya.

Ya Allah, luruskan niat hamba. Niat hanya untuk ridhaMu.

Jumat, 08 Juni 2018

Menjadi Sebab

Hari ini aku belajar, tentang seseorang yang menjadi sebab masuk Islamnya orang lain. Orang itu bukan ustadzah, bukan pula ahli agama, tetapi ia menjadi salah satu sebab orang lain mengucapkan syahadat, di Masjid Kobe, satu-satunya masjid di daerahnya.

Aku percaya, setiap orang memiliki medan dakwahnya sendiri. Tidak peduli ia baik atau buruk, ia punya tumpukan dosa atau sebaik malaikat, manusia tetaplah dai sebelum apapun. Manusia tetaplah harus saling menasehati. Menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Windy~ terus berproses menjadi lebih baik ya... Nggak papa kok pelan-pelan. Nggak papa. Barangkali hijrahmu yang pelan-pelan itu lebih Allah sukai, lebih mengistiqomahkanmu.

Ya Allah, aku ingin hijrah setiap hari, setiap waktu. Aku merasa kalau aku hanyalah gumpalan aib, penuh kekurangan yang ketika dilihat orang, kelihatan baik karena rahmatMu.

Semarang, 2 Juni 2018

Ajal

"Kamu lagi ngapain sekarang? Kalau dalam posisimu yang seperti ini lalu tiba-tiba ajal datang bagaimana?"

"Kamu lagi ngapain? Baca Quran? Foya-foya? Atau sedang bersujud padaNya?"

Kemarin banget, aku sama Eva mau aksi, aksi tolak uang pangkal tetapi karena menemukan kucing di PKM Mipa, jadi deh cerita ini berawal.

Kucingnya kasihan, nggak mau gerak. Diapa-apain nggak gerak. Akhirnya kita bawa ke Unyil Cathouse di daerah Banaran, deket gang dahlia.

Inget nggak sih pelacur yang masuk surga karena memberi minum anjing? Masak kita tega ninggalin kucing sakit PKM? Padahal kita bisa bantu. Padahal lagi bulan puasa. Padahal di pundak kita ada cap aktivis dakwah. Apa kita setega itu? Barangkali ketika kita menolong tuh kucing, kucing itu akan menjadi sebab dimasukkannya kita ke surga. Bisa jadi, kan? Hal-hal kecil tak terduga barangkali adalah penyebab kita dimasukkan ke surga.

Sampai di Unyil Cathouse, kita menemui pemiliknya, seorang mas-mas. Masnya memeriksa si kucing. Kata masnya kucingnya kena virus, mending dibawa ke Sampangan, ada klinik hewan di sana. Masnya baik. Kita dipinjemin kandang kucing.

Kita cus balik ke kos, ambil helm, cus cus ke Sampangan.

Sampai di Happy Pet Shop-nama tempatnya, kita ketemu dokternya. Kucingnya dipasang infus, dicek darah (didiskon 50% karena kita mahasiswa). Dan ternyata~~~ si kucing kena anemia~ Ya Allah... kasihan hyooo~ Bayangin deh, kamu kena anemia, nggak ada yang nolongin, minta bantuan ke kucing lain, ya jelas kucing lainnya nggak bisa bantu. Nggak bisa makan, tinggal menunggu mati aja gitu. Ya Allah...

Akhirnya setelah kita menyelesaikan administrasi yang hampir 400rebon, kita pulang bawa kucingnya karena nggak mungkin dirawat inap (uang siapa?)

Di jalan kucingnya meninggal~~~
Baru sadar pas udah sampai di kosnya Eva.

Membuatku tersadar, ajal itu dekat. Ajal membuntutimu. Kalau kucingnya dibiarkan tetap di PKM tanpa ditolong pun, ajal juga akan menjemputnya, dengan jam dan detik yang sama. Sayangnya, kita bisa memilih bagaimana kita mati. Kucing itu paling tidak matinya tidak di jalan, tidak sendirian, kan ditemeni aku dan Eva.

Kalau ajalnya datang pas kamu lagi foya-foya gimana? Mau mati dalam keadaan seperti itu? Ya Allah, aku mau meninggal saat sedang membaca Al-Quran. Aku mau meninggal dalam posisi puncak-puncaknya aku sangat mencintaimu, Ya Allah~~

Karena tidak ada dispensasi kematian, kamu mau melakukan apa untuk mempersiapkan matimu yang masih rahasia itu?

Alhamdulillah kucingnya udah dikubur dengan bantuan Mila yang kuat buat nyangkul tanah. Aku mah apa atuh, nggak bisa nyangkul.

Semoga tenang ya, Puuuss~ Meskipun kita baru saling kenal~ Semoga ketemu di surga ^^

Aku ingin memasuki surgaMu, Ya Allah.. bersama semuanya, semua yang pernah hadir di hidupku.

Semarang, 8 Juni 2018

Selasa, 05 Juni 2018

Aksi Terakhir?

Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Untuk membebaskan rakyat

Bagiku yang tahu betapa susahnya orangtua mencari uang untuk membiayai sekolah, banting tulang agar anaknya bisa menempuh pendidikan tinggi dengan harapan bisa mengubah kehidupan mereka. Dengan harapan, anaknya mendapat hidup yang lebih baik dari mereka, anaknya lebih tinggi derajatnya, lebih mudah kehidupannya dan tidak sengsara seperti kedua orangtuanya yang harus beradu dengan panas, angkat-angkat berat, kadang kulit tubuhnya terluka hanya untuk sesuap nasi.

Dan sekarang, di kampusku sendiri, yang katanya kampus rakyat, malah membuat rakyat terseok-seok untuk masuk ke sana, membuat banyak rakyat miskin angkat tangan, mengundurkan diri.

Aku tak sanggup melihatnya. Kampusku, yang katanya kampus rakyat. Tak perlulah menjadi glamor. Tak perlu gedung-gedung bagus yang cuma buang-buang uang tapi kebermanfaatannya sedikit. Yang mengejar prestasi tapi membungkam aksi. Demonstrasi dengan prestasi, katanya. Yang berprestasi belum tentu mau aksi, yang berprestasi belum tentu suaranya mau didengar birokrasi.

Semenjak masuk ke Unnes, semestaku menjadi berbeda. Pandanganku berubah. Aku dipertemukan dengan manusia-manusia super luar biasa. Dari desa, katrok, bahasanya ngapak pula. Sebenarnya, aku takut ketularan ke-ndeso-an mereka. Hehehaha! Tapi sungguh, mereka luar biasa. Perjuangan mereka luar biasa! Apalagi yang notabene mahasiswa bidikmisi. Perjuangan mereka, orasi-orasi mereka, mimpi-mimpi mereka, sungguh, mereka lebih hebat dan bersinar daripada aku.

Kepolosan dan pandangan mereka tentang rakyat kecilah yang membuat mereka menjadi seperti ini. Mereka tau rasanya perjuangan mencari nafkah, yang apabila uang tersebut digunakan untuk hal yang foya-foya dan mengenyangkan perut pejabat, sungguh tidak berperikemanusiaan sekali.

Karena itu, meskipun Unnes isinya banyak orang yang nggak mampu, banyak orang miskinnya, banyak orang desanya, tidak masalah, tidak papa. Toh justru orang-orang yang pernah berjuanglah yang mengerti hakikat perjuangan. Semangat kampusku, lahirkan generasi yang mencintai Indonesia dan rakyatnya. ^^


Iihhh rasanya tuh kayak... "Ini aksi terakhirku ya??"