Sabtu, 16 Februari 2019

Tentang Garis Tika yang Tidak Selalu Lurus

Hai, namaku Atika, seorang alien yang diminta menyebarkan kebaikan di bumi. Nabi Muhammad pernah bilang bahwa umatnya akan menjadi alien, dianggap asing oleh sekitarnya. Maka berbahagialah kamu yang menjadi alien, yang hidupnya terasing bagai memegang bara api.
 
Aku menyukai buku. Lebih susah kalau ghadhul bashar sama buku. Kalau lihat buku, pinginnya dibeli. Kalau dikasih oleh-oleh, pinginnya dikasih buku. Makan cinta emang nggak bikin kenyang tetapi makan buku bisa bikin lapar hilang.
 
Aku suka hujan. Karena hujan itu rahmat, berkah, dan cinta.
 
Aku hobi nyetalking orang. Eits, jangan ditanya udah pernah nyetalking siapa saja. Karena murabbi yang baik adalah murabbi yang tahu segala tentang mutarabbinya.
 
Dan sedang berusaha membina, bukan membinasakan. Bagaimanapun aku mau menanam di bumi ini.
 
Cita-citaku masuk surga. Jadi, segala sarana dan upaya untuk mendapatkan surga, pasti akan aku ikhtiarkan.
 
Salam kenal! Saya suka berteman dengan semua orang. Menyukai perjumpaan dan perpisahan karena keduanya sangat menyenangkan.
 
Perjumpaan bagaikan fajar, perpisahan bagaikan senja. Fajar kan bertemu senja. Meskipun setelah senja, malam gelap gulita, fajar kan datang kembali, memenuhi janjinya.
 
Cerita di sini masih akan terus berlanjut. Karena tulisan bertujuan untuk mengingatkan.

Allah Memberi Cobaan

Berbahagialah kamu yang sedang diberi cobaan oleh Allah. Bisa jadi Allah bermaksud menggugurkan dosa-dosamu. Bisa jadi Allah ingin menjadikan syukurmu bertambah dan sabarmu meluas. Allah ingin agar kamu semakin mendekat padaNya karena ternyata kamu yang diberi kenikmatan tak kunjung mendekat. Ia rindu padamu. Ia kirimkan cobaan agar kamu mendekat padaNya. Dekat sedekat dekatnya hingga tak ada lagi hal yang menyekutukanNya.
Allah menyayangimu. Ia ingin meninggikan derajatmu dengan cobaanNya. Karena ternyata, kamu lebih kuat, kamu lebih tegar, kamu mampu melewati segala rintangan. Dan setelah derai ujian ini berakhir, kau akan tersenyum, mengucap syukur, bahwa dirimu telah menjadi lebih dari sebelumnya.
Bersyukurlah, karena bisa jadi di luar sana ada yang ujiannya lebih berat dari apa yang menimpamu sekarang. Bersabarlah, karena Allah bersama orang-orang yang sabar. Allah tidak akan menguji hambaNya melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mencintaimu. Ia merindumu. Nikmati waktu bersamaNya. Karena jika kau melakukan maksiat dan dosa namun Ia tidak menegurmu, bisa jadi Ia sudah tidak peduli lagi padamu. Naudzubillah min dzalik.
 Aku tahu rasanya mengucap alhamdulillah saat mata berderai air mata. Aku tahu rasanya mengucap syukur saat eskpetasi tak sesuai kenyataan. Sakit. Aku dipaksa menerima padahal aku tidak menginginkannya. Tetapi dari situ aku belajar pasrah, pasrah atas ketetapanNya. Ia sudah menyiapkan rencana terbaiknya untuk kita. Rencana indah yang entah kapan datangnya. Nanti kalau hari-hari indah telah datang setelah ujian, kau akan paham, betapa baiknya Dia. Dia menyayangimu. Dia ingin yang terbaik untukmu. Meskipun kadang apa yang dilakukanNya tak sesuai keinginannmu. Karena Dia tahu mana yang terbaik untukmu. Dia tahu mana yang sesuai untukmu. Dia tahu mana yang tepat untukmu.
Masih mau mengeluh?

Sekdep Oh Sekdep

Dua tahun lalu, ketika saya diamanahi menjadi sekretaris departemen. Dua tahun lalu mah nggak bisa nolak. Tiba-tiba dapat undangan, dateng-dateng ternyata sosialisasi PH+. Ya Allah… nggak ditembungin, tiba-tiba dikasih amanah. Amanah kan emang bukan buat ditolak. Tapi caranya ya nggak kayak gini juga kaleee~
Amanah itu tidak boleh diminta, tidak boleh juga ditolak. Bukan urusan amanah itu berat atau tidak, melainkan pembelajaran apa yang bisa kita dapatkan.
Seringkali takdir berlainan dengan rencana kita, tetapi percayalah ketika kita ikhlas menjalaninya semata-mata hanya karena Allah, cerita takdirNya tentu akan lebih indah dibanding cerita kita.
(Siti Aliyah Hani)
Aku tak pernah mau jadi sekretaris, entah sekretaris apapun itu. Aku pernah trauma ketika menjadi seorang sekretaris. Aku nggak suka ngetik-ngetik, administrasi, persuratan, nyatet-nyatet, hadeeehh, ngayomin, ngasih perhatian ke anak-anak, mending aku yang dikasih perhatian. Haha! Tapi karena ini amanah, ya mau bagaimana lagi. Apa yang bisa kupelajari dari amanah ini? Ambil pelajaran sebanyak mungkin.
Aku belajar untuk menekan ego, tak memperturutkan egoku. Sifatku masih kekanakan. Nggak cocoklah jadi sekretaris. Ya nggak? Apa aku sudah terlihat sok dewasa?
Aku belajar untuk berubah. Aku nggak suka basa-basi. Tetapi ternyata hal tersebut malah membuat adik-adik yang kurang aktif merasa aku hobinya cuma ngomongin amanah. Akhirnya, di tahun terakhir, gue sering chat adik-adik cuma sekedar basa-basi, tanya kabar, kesibukan, balesin statusnya mereka. Sering banget tiba-tiba kalau mau tidur keinget, “Aku belum lihat statusnya anak-anak!” Langsung deh buka WA buat lihat statusnya mereka dan membalas status tersebut kalau memang memungkinkan untuk dibalas. Alhamdulillah mereka sering update status, jadi tahu deh mereka lagi ngapain aja.
Kalau ada yang nggak bisa dateng, atau izin, tetep dibalasin chat-nya.. Dikasih semangat dan didoakan.. Dulu males banget balesin chat, sekarang jadi lebih sering bales, entah chat-nya penting atau nggak.
Aku masih merasa bersalah atas amanah 2 tahun sebelumnya. Dan di tahun terakhir ini aku mulai berbenah. Ketika PPL di Magelang dan KKN di Batang, aku jarang menghubungi adik-adik. Aku nggak suka buka WA, apalagi tugasku juga banyak. Jadi bisa dibilang aku seolah meninggalkan adik-adik. Lalu tiba-tiba aku berpikir, bagaimana ya jika aku punya anak, anakku tinggalnya jauh dari aku, dan aku lebih peduli sama tugasku daripada buka WA buat chat dia. Ya Allah, aku pasti jadi Ibu yang nggak Ibu- able bangeeett.. Akhirnya dari situlah aku mulai suka nge- WA adik-adik dan teman-teman. Kadang ngirimin VN gaje, nyanyi gaje terus dikirim, ngucapin ulang tahun kalau tahu tanggal ultahnya, ngucapin selamat kalau sedang memperoleh keberhasilan, dan blablabla.. Jangan sampai begitu amanah berakhir, ukhuwah jadi renggang…
Dan yang paling membuatku merutuki kenapa aku menerima amanah jadi sekretaris adalah saat LPJ-an. Gak suka bikin LPJ-an… Dan alhamdulillah udah demisioner hehe!
Apakah aku sudah jadi sekretaris yang baik, ya? Pasti banyak kekurangan di sana-sini. Pas itu bikin surat salah tanggal lagi!
Alhamdulillah lhooo~ aku bahagia punya departemen Diklat. Mereka semangat semua… Mereka keren-keren semua… Devi, Rina, Nikmah, Istiar, Widia, Aji, Afief, Mirza, Wahyu. Thank you all~~ Jadi kan di diklat itu kalau ada yang milad dikasih buku, ya.. dan ada tanda tangan dari fungsionaris terutama yang Diklat. Lah, belum semuanya dapat buku. Masih ada 3 orang yang belum dapat karena nunggu pada ngelunasin kas departemen. Paling nggak, dengan tanggungan buku itu, aku punya alasan buat ketemu kalian. Kita punya alasan untuk bertemu dan menanyakan kabar. Kita punya kesempatan untuk bersalaman dan saling berpelukan, meluruhkan dosa-dosa di setiap kali tangan kita berjabatan, tersenyum, menyedekahkan senyuman pada saudari kita. Nggak tahu kapan, yang penting kapan-kapan ketemu yaaa~ Tanggungan buku nih, tanggungan. Hehe!
Amanah teremban pada pundak yang semakin lelah, bukan sebuah keluhan, ketidakterimaan atau terlebih surut langkah ke belakang.
Ini adalah awal pertempuran, awal pembangkitan sayap di antara kita yang beriman. Wahai diri, sambutlah seruanNya. Orang-orang besar lahir karena beban perjuangan, bukan menghindari peperangan.
(KH. Rahmat Abdullah)

Memaafkan dan Berdamai

Kemarin, pas syuro Diklat, Rina ngasih taujih yang baguuus banget! Pas banget karena besok kita udah demisioner.
Pada suatu hari, Rasulullah SAW sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan dengan para sahabat, tiba-tiba Rasulullah SAW tertawa ringan sampai terlihat gigi depannya.
Sayyidina Umar ra. yang berada di situ bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku diberi tahu malaikat bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala di hadapan Allah SWT.”
“Salah seorang mengadu kepada Allah sambil berkata, “Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku.”
Allah SWT berfirman, “Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikit pun?”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa- dosaku dipikul olehnya.”
 Sampai di sini, mata Rasulullah SAW berkaca-kaca. Rasulullah SAW tidak mampu menahan tetesan air matanya.
Beliau menangis…
Lalu beliau berkata, “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya.”
Rasulullah SAW kembali melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah berkata kepada orang yang mengadu tadi, “Sekarang angkat kepalamu.”
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu berkata, “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak bertahtakan intan berlian. Istana itu untuk Nabi yang mana, Ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, Ya Rabb? Untuk syuhada yang mana, Ya Rabb?”
Allah SWT berfirman, “Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya.”
Orang itu berkata, “Siapakah yang mampu membayar harganya, Ya Rabb?”
Allah berfirman, “Engkau mampu membayar harganya.”
Orang itu terheran-heran sambil berkata, “Dengan cara apa aku membayar harganya, Ya Rabb?”

Allah berfirman, “Caranya, engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya kepadaKu.”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kini aku memaafkannya.”
Allah berfirman, “Kalau begitu, gandeng tangan saudaramu itu, dan ajak ia masuk surga bersamamu.”
Setelah menceritakan kisah itu, Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaknya kalian saling berdamai dan memaafkan, sesungguhnya Allah mendamaikan persoalan yang terjadi di antara kaum muslimin.”
Kisah di atas terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim, dengan sanad yang shahih.
Ya Allah… jadi begitu ya? Jadi begitu? Aku ingin memaafkan kesalahan orang lain di dunia. Tak mau kubawa perasaan marahku ke akhirat. Maafkan diriku ya saudara saudariku.. sekiranya aku pernah menyakitimu. Semoga kita besama-sama masuk surga. ^^

Ada yang Berbeda

Rasanya memang berbeda. Kalau biasanya bisa ngorbanin keinginan atau tugas pribadi dan lebih memilih berkontribusi untuk mendatangi undangan-undangan seruan beramal, sekarang kebutuhan diri sendirinya semakin kecil. Adanya kebutuhan keluarga yang meminta ini-itu.
Aku sempat bingung karena nggak pernah ikut syuro atau izin tiap ada acara. Izin mulu, izin mulu. Lah gimana lagi coba, aku capek kalau harus debat sama orangtua. Akhirnya aku menemukan jalan keluar. Jalan keluarnya berat. Aku memutuskan bahwa aku harus tilawah saat nggak bisa ikut syuro atau nggak ikut suatu acara. Aku harus berpakaian syari juga meskipun di rumah, yah mukena juga syari kan? Hehe! Kalau ada undangan syuro jam 4 dan posisi aku masih di BRT, aku harus tilawah di BRT, atau hafalan, dzikir, dan berdoa agar syuronya lancar, teman-teman dimudahkan langkahnya untuk datang, diberi kelapangan hati, dimudahkan lisannya untuk berpendapat maupun berbicara, dibahagiakan ketika bertemu teman-teman lainnya, diluruskan niatnya agar untuk Allah semata, dan semoga acaranya dilancarkan, nggak ada hambatan, yang susah jadi mudah, yang sedih jadi bahagia, yang banyak beban jadi terasa ringan.
Lalu kalau sudah sampai rumah dan syuronya masih, ya lanjut tilawah, ya pokoknya nggak leha-leha. Begitu pun kalau ada acara. Kalau aku nggak bisa ikut, ya aku harus gitu. Kalau nggak gitu, hm… rasa-rasanya aku mau lepas aja. Hehe!
Soalnya semakin besar pengorbanan kita, itu tandanya kita semakin mencintai sesuatu itu. Meskipun aku nggak datang syuro/acara, aku kan sudah berkorban untuk tilawah dan berdoa. Kalau aku tidak melakukan hal semacam ini, aku biasanya lupa, “Eh ada syuro ternyata. Wah aku nggak bisa ikut, kan di rumah, ya udah santai-santai aja, biar yang bingung temen-temen.” Hehe! Nggak mau jadi kayak gituuuuu~
Semangat!! Berat? Iya! Tapi teman-teman yang sedang syuro atau sedang melaksanakan acara jauuuhh lebih berat perjuangannya. Aku yang tidak di lapangan juga harus berikhtiar semaksimal mungkin! Yosh!
Aneh ya, aku pas nulis ini berasa nggak pingin pamer. Pamer? Ya Allah, diriku yang penuh aib ini, apa yang bisa dipamerin? Aku pelupa dan tulisan-tulisan biasanya mengingatkan dan menguatkan. Apalagi kalau itu tulisanku sendiri. Kalau lagi futur, tulisan diri sendirilah yang paling menguatkan.

Jumat, 15 Februari 2019

Melupakanmu

Ceritanya, ada seorang gadis yang mengikuti lomba hafidz Qur’an. Gadis itu menunggu-nunggu gilirannya. Jantungnya berdegup kencang. Begitu namanya dipanggil, ia segera maju menuju kursi yang disediakan. Tiga juri sudah siap untuk mengetesnya. Begitu selesai, gadis itu langsung keluar ruangan, ia menubruk kakaknya yang menunggu di luar ruangan. Tangisnya pecah di dada kakak lelakinya.
“Tadi ada ayat yang aku lupain, Kak.. Bener-bener lupa..
Hiks hiks!” Isaknya.
“Nggak papa, Dek.. Masih bisa nyoba lagi kan di lain waktu?”
“Rasanya nyesek, Kak...”
Dek, Dek, lupa sama hafalan Quran emang rasanya nyesekin banget. Lebih nyesek lagi kalau kita dilupain sama Al-Quran. Kalau pas di akhirat nanti, Al-Quran lupa kalau kita pernah ngafalin dia, pernah negbaca dia.
Iya, bener! Lupa sama hafalan sendiri emang nyesekin! Aku pernah pingin banget ikut lomba hafalan juz 30 biar bisa menilai secinta apa sih aku sama Al-Quran, sama buat instropeksi diri aja. Katanya cinta sama Al-Quran, masak ayat-ayat Al-Quran yang pernah dihafal dilupain gitu aja? Katanya cinta sama Allah, masak kita nggak hafal sama surat cintaNya? Sama lagu-lagu aja gampang hafal, sama quotes- quotes novel aja hafal di luar kepala. Masak hafalan Al- Qurannya dilupain?
Sama rasanya pas kita bilang cinta sama Rasulullah tetapi tidak melaksanakan sunnahnya. Tidak tahu menahu tentang kehidupan Rasulullah. Astaghfirullah...
Cerita kakak-adek di atas diambil dari tumblr-nya @quraners dan ada salah satu quotes yang aku sukai.
Selama kamu mencintai Al-Quran, maka tugasku adalah mencintaimu sepanjang perjalanan.
@quraners

Senin, 11 Februari 2019

Jawaban

Saya merasa menemukan jawaban dari pertanyaan yang dulu pernah hinggap di otak saya. Ketika ustadz Salim A. Fillah mengisi sebuah seminar, ada laki-laki yang bertanya. Laki-laki tersebut membacakan arti sebuah ayat.
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Lalu lelaki itu bertanya, “Dari ayat ini, Allah menyuruh wanita menggunakan jilbab agar mudah dikenali dan tidak diganggu? Bukankah di jaman sekarang, wanita yang tidak berjilbab mudah dikenali dan banyak dari mereka juga tidak diganggu? Bukankah ayat ini tidak relevan dengan zaman sekarang? Jika perempuan tersebut tidak memakai jilbab dan tetap mudah dikenali dan tidak diganggu, berarti tidak memakai jilbab tidak masalah, kan?”
Ustad Salim mengindikasikan lelaki tadi terkena pemikiran Islam Liberal. Ustad Salim menjawab, yang seperti ini initinya:
Allah menurunkan ayat, berisi hukum dan hikmah. Di QS. Al-Ahzab tadi, hukumnya bagi wanita muslimah wajib mengenakan jilbab dan hikmahnya agar wanita muslimah mudah dikenali dan tidak diganggu. Hikmah suatu ayat, dengan perkembangan teknologi, hikmah-hikmah tersebut semakin terungkap. Dengan perkembangan teknologi banyak sekali pembuktian tentang hikmah dari ayat-ayat Al- Quran. Karena kadang ada pula ayat yang hanya berisi hukum dan tidak ada hikmahnya.
Yang namanya hukum Allah itu, tidak akan berubah sampai akhir zaman karena Al-Quran diturunkan sampai akhir zaman. Jika sekarang wanita muslimah yang tidak mengenakan jilbab mudah dikenali, tidak diganggu, hukumnya tetap tidak berubah. Perintahnya wajib menggunakan jilbab. Termasuk jika ada ayat yang hanya berisi hukum dan tidak ada hikmahnya dan hikmah tersebut belum ditemukan hingga sekarang, hukumnya tidak akan berubah sampai akhir zaman.
Kalian tahu daging babi? Haram, kan? Ternyata setelah diteliti, daging babi itu ada cacingnya. Meskipun sudah dimasak, cacingnya tidak mati. Kalau suatu hari nanti ditemukan alat yang bisa mematikan cacing daging babi, menjadikan daging babi semakin menyehatkan tubuh manusia setelah dikonsumsi, tetap hukum makan daging babi haram! Hukum tidak berubah sampai akhir zaman.
Begitu, gengs! So, Allah lebih mengetahui sedang pengetahuan kita amat terbatas. Percayalah, apa-apa yang Allah perintahkan kepada kita pasti ada hikmahnya. Allah menyayangi kita. Dan Allah tak mungkin membuat hukum cuma asal-asalan. Pasti ada hikmahnya. Kita cuma belum tau aja.

Kamis, 07 Februari 2019

Andai Rasulullah Ada di Hadapanmu

Aku malu...
Aku malu jika Rasulullah ada di hadapanku...
Aku malu kalau ternyata aku cuma gadis yang mengaku- ngaku cinta beliau, padahal masih belum sempurna melaksanakan sunnah beliau. Belum khatam baca sirah beliau.
Kalau Rasulullah tiba-tiba ada di depan rumahku, mengetuk pintu. Ku buka pintunya dan beliau memberi salam, “Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam..”
“Sedang apa di dalam rumah?” Aku malu...
Ketika di akhirat nanti, semua orang sibuk mengurus diri sendiri, Rasulullah tu malah mikirin kita.. Rasulullah rindu kita dari 1400 tahun lalu..
“Aku merindukan saudaraku.”
“Bukankah kami ini saudaramu, Ya Rasulullah?”
“Bukan. Kalian adalah sahabatku. Saudaraku adalah mereka yang melaksanakan sunnahku padahal mereka tidak pernah melihatku.”
Beliau nggak akan masuk ke surga sebelum seluruh umatnya masuk surga. Beliau capek-capek ngurus kita di akhirat nanti. Beliau mikirin kita, tapi apa kita mikirin beliau? Saat kita nanti di akhirat mikirin diri kita sendiri, Rasulullah masih saja memikirkan umatnya.
Aku ingin bertemu denganmu, Ya Rasulullah.. Aku ingin memandang wajahmu, mendengar suaramu.. Aku merindumu, Ya Rasulullah.. Rindu ini sungguh menggebu Tetapi apa aku yang berlumur dosa ini layak untuk disebut umatmu? Jika bukan karena rahmat Allah, Aku tak mungkin mencium wangi surga

Kenapa Harus Ragu dengan Ketetapan Allah?

Jadikan cintaku padaMu Ya Allah Berhenti di titik ketaatan
Meloncati rasa suka dan tak suka
Karena aku tahu, mentaatimu dalam hal yang tak kusukai
Adalah kepayahan, perjuangan, dan gelimang pahala
Karena seringkali ketidaksukaanku, hanyalah bagian dari ketidaktahuanku
- Salim A. Fillah -
Apakah kita termasuk orang yang sering mempertanyakan perintah Allah? Sering bertanya “Kenapa?” atas syariat Allah? Mungkin kisah-kisah di bawah ini akan mengembalikan kesadaran kita, bahwa iman melebihi segala nalar manusia, agar kita berucap, “Allah bersamaku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
Masih ingatkah akan kisah Nuh yang diminta untuk membuat kapal? Bahkan Nuh saat itu tidak tahu alasannya membuat kapal. Ia hanya mengikuti perintah Tuhannya. Orang-orang menertawainya. Mencemoohnya. Gak ada angin, gak ada hujan, tiba-tiba bikin kapal. Coba deh bayangin tetangga lo tiba-tiba bikin kapal di depan rumahnya. Lo pasti mikir, kurang kerjaan amat. Tapi meskipun perintah Allah saat itu benar-benar di luar nalar, tanpa banyak tanya Nuh langsung melaksanakannya. Saat Allah memerintahkan agar umatnya masuk ke dalam kapal dan membawa serta binatang-binatang, tanpa ba bi bu, Nuh langsung melaksanakannya. Siapa sangka banjir besar itu datang? Siapa sangka hujan dari langit bisa menenggelamkan wilayahnya? Apa saat itu Nuh tahu bahwa akan terjadi banjir besar? Beliau mendengar perintah dan beliau taat.
Masih ingatkah pula akan kisah Nabi Ibrahim? Yang setelah sekian lama menunggu buah hati, saat buah hati itu lahir ke bumi, Allah memberikan perintah yang berat. Diantarnya Hajar dan anaknya ke lembah yang kosong dan tak berpenghuni. Betapa berat saat ia akhirnya berjalan meninggalkan kedua orang yang dicintainya itu.
“Mengapa kau meninggalkan kami, hai Ibrahim?” tanya istrinya, disusulnya suami yang baru beberapa langkah meninggalkannya.Ibrahim diam membisu, tak menjawab. Matanya berkaca, air matanya tertahan. Bagaimana mungkin ia bisa berbalik dan menatap istrinya? Terlalu berat, berbalik hanya akan meluruhkan keteguhannya.
“Mengapa kau meninggalkan kami, hai Ibrahim?”
Pertanyaan itu dilontarkan  lagi. Ibrahim tak kuasa menjawab. Hajar mengganti pertanyaannya.
“Apakah ini perintah Allah?”
Dengan nada berat, Ibrahim menjawab, “Ya.”
“Kalau memang perintah Allah, Dia sekali-kali tak akan menyia-nyiakan kami.”
Hajar ikhlas ditinggalkan suaminya. Meskipun kalau dipikir-pikir lagi mana ada wanita yang mau ditinggal di padang pasir sendirian dengan anak bayi, bekal makanan terbatas, suaminya meninggalkannya dan kembali dengan Sarah yang cantik jelita. Kalau Hajar tidak terima dengan perintah di luar nalar ini, mana mungkin akan ada air zamzam, sa’i antara bukit Safa dan Marwah. Tetapi Hajar menerimanya. Dia tidak banyak tanya. Kalau memang ini adalah perintah Allah, dia mentaatinya. Sungguh iman menguatkan saat nalar tak bisa mencerna segalanya. Mana tahu Hajar akan keluar air zamzam? Mana tahu Hajar kalau lari-larinya dari Bukit Safa ke Bukit Marwah akan menjadi rukun haji sampai sekarang? Apa yang dilakukannya lima ribu tahun lalu ternyata masih dilakukan jutaan bahkan miliaran manusia hingga sekarang. Hanya bermodalkan iman kepada Allah, bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya dan Ismail.
Termasuk saat Nabi Ibrahim diminta untuk menyembelih Ismail. Apakah Nabi Ibrahim tahu Ismail akan digantikan dengan biri-biri? Kalau memang perintah Allah, keluarga ini langsung mentaatinya. Masyaallah... semoga keluarga kita pun juga begitu. Karena kadang, pertanyaan-pertanyaan atas perintah Allah yang di luar nalar manusia, malah akan membuat kita semakin ragu. Naudzubillah..
Dan... satu lagi kisah saat Nabi Musa dikejar oleh bala tentara Fir’aun. Allah memintanya untuk memukulkan tongkat di tanah. Kalau dinalar, ngapain mukulin tongkat ke tanah? Mending tongkatnya dipukul ke kepalanya Fir’aun, lebih masuk akal. Tetapi ternyata memang di luar nalar manusia. Laut membelah. Menyelamatkan Nabi Musa dan umatnya. Menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.
Dari kisah-kisah tadi, kadang ketetapan Allah, syariat Allah, perintah Allah, tak sesuai dengan nalar kita sebagai manusia. Seperti menutup aurat, berhijab, tidak berpacaran, tidak minum khamr, dan masih banyak lagi.
Allah meminta kita sebagai muslimah untuk menutup aurat, hanya menampakkan bagian wajah dan telapak tangan. Sahabiyah yang mendengar perintah tersebut langsung mengambil kain terdekat untuk menutup tubuh dan menutup kepala. Mereka tak banyak tanya. Mereka tak bertanya, “Kenapa, Ya Rasulullah? Kenapa Allah menyuruh kami menutup aurat?”
Sementara kita, masih saja banyak tanya. Masih saja ragu untuk menutup aurat. Masih saja takut dengan penilaian orang. Masih saja minder dengan kapasitas diri. Padahal kalau sudah perintah Allah, kenapa tidak kita laksanakan seperti nabi-nabi dan sahabat melaksanakannya? Tak banyak tanya meskipun hal-hal itu di luar nalar manusia. Mana mungkin sih perintah Allah itu menyesatkan kita? Mungkin bukan sekarang hikmah itu terungkap. Bisa jadi bertahun- tahun kemudian kita akan bersujud syukur karena Allah telah memberikan perintah itu. Bisa jadi di akhirat nanti Allah akan memberitahu kita alasanNya kenapa meminta kita untuk menutup aurat.
“...Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 216)
Lalu, perintah menjulurkan kerudungnya hingga menutupi dada? Bukankah itu sudah jelas? Apa yang kita ragukan?

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya),...” (Q.S. An-Nur: 31)
Pakai kaos kaki? Penting nggak sih? Seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Kaki termasuk bagian muka dan telapak tangankah? Kenapa kadang kita masih beralasan untuk tak mengenakan kaos kaki?
“Aku masih ragu ukh kalau pakai kaos kaki. Lihat deh anak-anak pondokan, mereka nggak pake kaos kaki. Pasti mereka punya alasan kan kenapa nggak pake kaos kaki.”
“Guru ngajiku di rumah ukh, beliau liqo, tapi nggak pake kaos kaki.”
Maaf bukannya saya nge-judge kalau apa yang dilakukan orang-orang yang nggak pake kaos kaki itu salah, tetapi bukankah perintah Allah untuk menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan? Apakah kaki termasuk bagian muka dan telapak tangan? Ini perintah Allah untuk menutup kaki yang merupakan aurat.
Landasan kita adalah Al-Quran dan Sunnah. Ada seorang gadis yang menjadi korban perang pemikiran atas lingkungan sekitarnya. Karena gadis itu sering melihat lingkungan sekitarnya tidak memakai kerudung bahkan ibunya sendiri juga tidak berkerudung, dia tahu bahwa berkerudung itu wajib bagi setiap muslimah, tetapi karena tidak tahu dasarnya dan lingkungannya kebanyakan tidak memakai kerudung, akhirnya dia biasa saja mengumbar auratnya. Toh banyak orang yang tidak memakai kerudung namun memiliki akhlak baik, cerdas, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Membuatnya berpikir bahwa tidak pakai kerudung tidak masalah asalkan kita baik. Termasuk urusan kaos kaki, karena lingkungan seorang gadis banyak terdiri dari penghafal Al-Quran, pelajar kitab, dan orang-orang baik yang tidak memakai kaos kaki, ia jadi bertanya-tanya soal kaos kaki itu wajib atau tidak? Sama saja menanyakan kaki itu aurat atau tidak? Sehingga karena melihat orang yang lebih baik darinya tidak memakai kaos kaki, dia jadi tidak ingin memakai kaos kaki. Padahal landasan kita adalah Al- Quran dan Sunnah. Bukan hal-hal yang dilakukan manusia. Kalau mau mencontoh akhlak, contohlah Rasulullah, yang tidak diragukan bahwa beliau adalah suri teladan yang baik. Jika ingin mencontoh akhlak manusia zaman sekarang, contohlah yang baik, tinggalkan yang meragukan dan yang buruk. Kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnah.
Ada alasan ilmiah kenapa kita sebagai seorang wanita harus menutup aurat. Ada. Ada bukunya atau kalian bisa berdiskusi dengan teman-teman kalian. Hehe! Boleh tanya ke saya, tapi saya bukan ustadzah. Mau sharing di sini tapi agak vulgar heee~
Inti dari tulisan ini adalah ketika Allah sudah menetapkan sesuatu, kenapa kita mesti ragu dan beralasan? Padahal kita cukup melaksanakan. Insyaallah, Allah akan menunjukkan alasan kenapa Dia memintamu melaksanakan syariatnya.
Apa bedanya kita dengan para sahabat Rasulullah? Ketika ada wahyu turun, para sahabat langsung melaksanakannya tanpa tanya ini-itu tanpa berasalan ini-itu.
Laksanakanlah dengan ikhlas, meskipun berat, meskipun banyak cacian dan hinaan, meskipun dunia terasa sempit bagimu. Karena ketika kau melaksanakan syariatNya, yang kau dapatkan bukan hanya sekedar piring cantik, namun juga surga. ^^
Tulisan ini terinspirasi dari Jalan Cinta Para Pejuang – Salim A. Fillah, buku yang recommended sekali untuk dibaca.
Di jalan cinta para pejuang, biarkan cinta berhenti di titik ketaatan. Meloncati suka dan tak suka. Melampaui batas cinta dan benci. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi. Karena seringkali kebodohan merabunkan kesan sesaat. Maka taat adalah prioritas yang kadang membuat perasaan-perasaan terkibas.
Tetapi yakinlah, di jalan cinta para pejuang, Allah lebih tahu tentang kita. Dan Dialah yang akan menyutradarai pentas kepahlawanan para aktor ketaatan. Dan semua akan berakhir seindah surga. Surga yang telah dijanjikannya.
-     Jalan Cinta Para Pejuang – Salim A. Fillah

Dicintai Orang Sholeh

Sore itu, kala ia mengikuti kajian di Mushola Kampus, pembicaranya mirip dengan seseorang yang pernah singgah di hatinya, seseorang yang dulu pernah ia cintai karena sekarang ia telah berhijrah dan memasrahkan urusan jodoh kepada Allah. Tiba-tiba saja ia berdoa, “Ya Allah, semoga dia menjadi laki-laki seperti ustad itu ya, Ya Allah. Jadi hafidz qur’an.”
Karena sang ustad memang seorang hafidz qur’an, jadi dia ingin lelaki yang dulu pernah singgah di hatinya juga menjadi hafidz qur’an.
Sungguh indah, ya jika dicintai oleh orang shaleh. Dia selalu mendoakan kebaikan untukmu. Katanya juga sih, sering nikung di sepertiga malam. Lobi-lobi sama Allah di sholat tahajudnya. Eits, si gadis ini nggak nikung di sepertiga malam ataupun berdoa khusyuk supaya mendapatkan lelaki tadi. Biar Allah yang mengatur dan mengurus, gadis itu berikhtiar saja memperbaiki diri.
Ketika orang shaleh/shalehah mencintaimu, ada doa-doa mereka yang menyelinap di hari-harimu. Ada doa-doa mereka yang menguatkanmu, membuat urusanmu dipermudah dan diperlancar. Alhamdulillah.. mari perbanyak teman-teman yang sholeh/sholehah.. Teman-teman yang menjanjikan pertemuan di surgaNya. Semoga kita selalu dibersamai dengan orang-orang shaleh/shalehah ya ^^

Menjadi Dewasa

“Jangan pernah takut menjadi tua, karena pasti menua. Jangan pernah takut dengan usia sebab dengannya tak ada jaminan kita terus berada pada kebaikan. Tapi takutlah tak menjadi dewasa, sebab dengan kedewasaan sikaplah yang akan menjadikan jalan kebahagiaan dan kemuliaan untuk kita dapatkan meski dengan kesukaran yang teramat luar biasa.” @saiful_muhjab (Presiden Mahasiswa Unnes 2019)

Tertohok. Mungkin begitulah yang kurasakan saat baca caption di instagram beliau.
“Enak jadi anak kecil kan, Kak? Nggak perlu ngerasain apa yang dirasain orang dewasa. Nggak perlu pusing, nggak perlu nyesek, nggak perlu mikir macem-macem, nggak perlu menyakiti orang lain. Enak jadi anak kecil kan, Kak?”
“Maksud kamu apa, Dek? Pusingmu, tangismu, itu setara sama amal baikmu. Allah sudah menyiapkan pahalanya.”
“Aku nggak kuat pura-pura jadi dewasa...”
“Apa jadi anak kecil selamanya adalah yang Allah mau?”
“Enggak.”
“Apa jadi anak kecil selamanya adalah jalan menuju jannahNya?”
“Enggak.”
Tangisku pecah. Aku tak kuat. Tapi tak kuatnya aku akan amanah ini lebih Allah sukai daripada aku menghindar dari amanah. Tak kuatnya aku ini lebih Allah sukai daripada aku melepaskan amanah. Aku nggak tau kenapa, aku sering nangis tanpa sebab. Aku sering merasa nggak kuat. Aku sering merasa kok gini amat. Kenapa kegelisahan selalu muncul? Kenapa aku tidak pernah merasakan ketenangan hidup? Hidupku bagai kejutan, nggak bisa ditebak, nggak bisa diprediksi, dan itu menakutkan.”
“Kenapa menakutkan, Dek? Itu kan tandanya Allah pingin kamu pasrah, tawakal.”
Oke! Cerita di atas cuma fiksi belaka.

Jadi, aku pernah mengalami yang namanya takut jadi dewasa. Bagiku, jadi anak kecil selamanya lebih menyenangkan daripada memiliki hubungan atau biasa kita sebut me-ni-kah. Gue punya ketakutan tersendiri tentang pernikahan. Gue takut suami gue gak nerima gue apa adanya. Nggak ada yang tahu kan seperti apa gue sebenarnya? Gue penuh kekurangan. Terlihat baik karena rahmat Allah. Karena itu lebih pingin nikah sama orang yang nggak gue kenal biar dia kalo kecewa, kecewanya nggak parah-parah amat. Gue kayak kepiting. Cangkang sama dagingnya beda.Gue beberapa kali baca buku tentang pernikahan. Alhamdulillah, keinginan menikah sedikit bertambah. Gue cinta sama Nabi, gue mau melakukan sunnah Nabi, sunnah yang menggenapkan separuh agama. Gue gak boleh takut nikah lagi, gue harus berani. Berani naruh seseorang di hati gue yang udah penuh sesak. Kamu, tak kasih ruang deh pokoknya di hati aku. Tapi maaf ya, ruangnya lebih besar buat Allah daripada buat kamu. Aku pasrah padaMu, Ya Allah... Tulisan di atas bener-bener gajeee.. Tapi habis nulis jadi lega... Astaghfirullah... Anggap aja tulisan di atas fiksi belaka.

Selasa, 05 Februari 2019

Cerita di Alam Akhirat

Suatu hari seorang gadis mendengar cerita tentang keadaan alam akhirat. Ada seseorang yang berseru kepada Tuhannya, “Ya Allah, dulu ketika di dunia, dia sering men- dzalimi saya, dia sering bikin saya sakit hati, dia berbohong pada saya dan tidak menepati janjinya. Dia juga hutang kepada saya sebesar ini.”
Cerita ini berlanjut dengan Allah mengambil semua kebaikannya dan diberikan kepada orang yang ter-dzalimi tadi hingga dirinya tak memiliki kebaikan lagi. Setelah kebaikannya habis, dosa orang yang di-dzaliminya ditimpakan kepadanya. Dan dimasukkanlah dia ke neraka.
Begitu cerita itu selesai dibacakan, gadis itu langsung beristighfar. Dirinya tak luput dari salah dan dosa. Pasti ada kelakuan yang entah itu langsung atau tidak langsung telah menyakiti hati orang-orang di sekitarnya. Dan ia pun juga pernah disakiti, pernah dihutangi.
“Ya Allah, jika nanti di akhirat aku tiba-tiba teringat kesalahan teman-temanku padaku, teringat hutang-hutang mereka, tolong ingatkan aku bahwa di dunia aku sudah memaafkan mereka sebelum mereka meminta maaf dan aku sudah menganggap hutang mereka lunas. Aku tak ingin mempersulit keadaan mereka di akhirat, Ya Allah. Tetap jaga hatiku agar meskipun di akhirat nanti orang-orang meminta pertanggungjawaban atas kesalahanku, mengambil seluruh amal baikku, tolong jaga hatiku supaya aku tidak menyalahkan orang lain atas apa yang aku alami. Di dunia ini, aku sudah memaafkan dan mengikhlaskan segalanya, Ya Allah.”
Gadis itu tak mau menjadi beban orang lain di akhirat. Karena Allah sudah menuliskan di Al-Quran bahwa orang- orang akan menyalahkan satu sama lain. Dan dia tidak mau menyalahkan siapa-siapa meskipun nanti di akhirat orang- orang menyalahkannya. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kesusahan di hari pembalasan. Mudah bagi Allah menutup semua aib kita. Mudah bagi Allah menghapus dosa kita, meskipun dosa kita sebanyak buih di lautan.

Tua Bersama Dakwah

Bertemu denganmu adalah peristiwa yang membuat hidupku berubah
Bertemu denganmu adalah pengalaman terhebat yang kusyukuri
Takdir kita bersama menggapai cita cinta
 Kamu dan aku...
Tua bersama dirimu aku mau

Hingga memutih rambutmu dan rambutku
 Melewati jembatan kehidupan
Menggapai keabadian cinta
Tua bersama dirimu aku bahagia
Mewujudkan setiap impian bersama
Menikmati lelah dan menjadi lillah
Menggapai kesejatian cinta
-     Anandito Dwis & Anisa Rahma – Tua Bersamamu

Bagaimana caraku menceritakannya. Cerita ini terlalu manis. Dakwah ini mempertemukanku dengan orang-orang yang memilih hidup untuk berjuang di jalanNya. Orang-orang yang siap mengorbankan jiwa dan harta untuk dakwahNya. Orang-orang itu membuatku terkagum-kagum. Saat mahasiswa lain memilih galau soal masa depan, soal dosen yang sulit ditemui dan tidak segera memberikan nilai, masalah pekerjaan dan jodoh. Orang-orang yang memilih dakwah tersebut menatap masa depan dengan penuh percaya diri dan husnudzan kepada Allah. Mereka yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha mereka. Meskipun harus menunda waktu kelulusan, menunda untuk revisi skripsi, mereka tidak mengeluh ketika ada seruan dakwah datang kepada mereka. Jika seandainya mereka segera lulus dan pergi, meninggalkan adik sepertiku yang masih butuh saran dan bimbingan, jadi apa aku ini? Aku tak bisa membayangkannya dan aku bersyukur pada Allah bahwa mereka masih di sini. Aku bersyukur pada Allah masih ada orang yang mau mengalah demi dakwah kampus ini. Semoga Allah selalu melindungi dan memudahkan jalan kalian, ya...Dakwah itu.. panjang jalannya, banyak rintangannya, dan sedikit orangnya.Berdakwah mungkin tidaklah mudah, tetapi dengan berdakwah semuanya jadi indah. – Ahmad Khairudin Syam.Manhaj Islam tidak akan mencapai tingkatan tertinggi sebelum dakwah ini melalui jalan yang terjal, namun pada hakikatnya mudah karena diberkahi. – Sayyid Quthb.
Menjadi tua bersama dakwah pasti menyenangkan. Menjadi tua dengan hal yang Allah ridhoi pasti membahagiakan. Meskipun jalannya terjal, berliku, tetapi akan terasa nikmat karena Dia meridhoiNya.
Aku ingin hidup dalam ridhoNya. Entah susah atau senang, asal Dia ridho, itu sudah cukup. Menikmati lelah dan menjadi lillah. Jika lillah maka kita takkan pernah lelah.
Dan semoga kita semua dipertemukan dengan orang- orang yang mencintai dakwah dan mau berjuang di jalanNya. Orang-orang yang tidak berpikir panjang ketika ada seruan datang. Orang-orang yang siap memberikan jiwa dan hartanya di jalan ini. Bukankah itu yang Allah minta? Jiwa dan harta kita untuk diinfaqkan di jalanNya?
Kalau boleh, aku meminta pada Allah untuk dipertemukan denganmu yang juga mencintai dakwah. Karena aku tak tahu bagaimana jadinya hidupku jika aku harus menjalaninya tanpa hujan. Bukankah dakwah itu laksana hujan? Rintiknya menyejukkan. Meskipun kadang orang mencaci ketika hujan datang, hujan tetap menyuburkan, kan?
Aku masih tidak bisa membayangkan jika hidupku hanya seputar aku, kamu, dan keluarga kita. Boleh kan jika aku bumbui dengan ‘ummat’? Karena ketika hujan turun, hujan tak mungkin hanya turun di rumah kita.
Boleh kan jika di pikiranku tidak hanya kamu dan keluarga kita? Bagaimana jika ada kata ‘ummat’ di dalamnya? Karena hujan bukan hanya milik kamu dan aku. Hujan milik semua manusia.
Untuk kamu yang masih rahasia, aku tidak tahu duluan mana, kamu atau ajal yang datang. Karena aku tak pernah benar-benar memikirkan pertemuan kita. Aku membiarkan Allah yang memilihkan. Karena berharap pada seseorang sungguh menyakitkan. Setiap hari aku selalu merasa bahwa ajal ini semakin dekat. Dan apa aku sudah siap?
Pak, Bu, maafin anakmu ini yang masih sering membangkang dan berkata kasar. Buat keluarga besarku juga, maafin aku... Teman-teman, maafkan aku yang pasti punya banyak salah sama kalian.. karena maaf kalian sangat berarti di akhirat nanti.


Yoyoh Yusroh, Ngefans Deh Sama Beliau!

Saya punya buku tentang Yoyoh Yusroh dan juga pernah pinjem bukunya Mbak Hesti. Pertama kali kenal almarhumah Yoyoh Yusroh ketika baca tulisan seseorang di tumblr. Habis baca, langsung ngefans berat! Beliau hafidzah (beliau memelihara Al-Quran dan tetap menghafalkan sampai meninggal pun tidak pasti apakah beliau sudah hafal 30 juz atau belum), menjadi anggota DPR RI, anaknya jumlahnya 13 dan sholeh-sholehah semua, kalau di mobil beliau hobinya baca Al-Quran.
Beliau pemurah banget. Jarang marah. Sama pembantu dan sekitarnya baik banget. Suka mengasihi para janda. Sering mengucapkan salam pada tanaman melati di depan rumahnya, jadinya si melati tumbuh subur dan bunga- bunganya bermekaran. Meskipun beliau sangat sibuk menjadi anggota DPR RI, beliau tetap memerhatikan anak- anaknya. Bahkan salah satu anaknya berkeinginan menjadi anggota DPR RI juga karena melihat ummi-nya yang sering membaca Al-Quran.
“Aku mau jadi anggota DPR. Biar kayak ummi, bisa baca Al-Quran terus, “ begitu kata salah satu anak perempuan beliau.
Kalau lagi ada waktu di sela-sela acaranya, beliau dan suami saling simak hafalan. Beliau dan suami nikah muda. Beliau mencari suami yang juga mencintai dakwah. Menikahnya bertujuan untuk beribadah kepada Allah. Beliau dan suami sebelumnya nggak saling kenal.
Beliau pernah berkata, “Di rumah kami, kata-kata penghakiman, hujatan, sesalan, atau cemoohan diharamkan.”
“Ummi senang anak-anaknya berprestasi, tetapi Ummi lebih senang anak-anaknya shaleh-shalehah.”
Pas hamil, janinnya didengarkan bacaan Al-Quran. Beliau kalau bangunin anaknya puasa dengan lembut, dicium, nggak pake nyipratin air ke muka atau pake cara kasar. Jadi deh anak-anaknya usia 3,5 tahun senang puasa. Beliau juga menanamkan agar anak-anaknya mencintai Allah dan mencintai Nabi, bukan mengidolakan Ayah dan Ibu mereka yang bisa saja khilaf. Serta anak-anaknya dididik agar mencintai para pejuang Islam.
Yoyoh dan suami benar-benar inovatif. Yang biasanya kalo lagi sama anak-anak ngajarinnya CI-LUK-BA diganti A-BA-TA biar anak-anaknya kenalan sama huruf hijaiyah dari kecil. Beiau juga yang biasanya bangunin sholat shubuh para pembantunya. Kalau pintu kamar pembantunya diketuk dan mereka belum keluar, beliau bakal nungguin mereka keluar dan sholat shubuh berjamaah.
Beliau meninggal karena kecelakan dan saat meninggal beliau tersenyum. Masyaallah... Banyak banget pelajaran yang bisa kita ambil dari beliau. Yoyoh Yusroh, salah satu wanita inspiratif di hidup saya. Semoga kita bisa meneruskan perjuangan beliau dan menjadi wanita seperti beliau J Karena dari rahim seorang muslimah akan lahir pejuang- pejuang Islam di masa depan. Allah sudah mengisyaratkan, di akhir zaman nanti, Islam kan jaya. Kita mau jadi apa? Penonton atau kontributor? Pejuang atau yang melarikan diri? Kejayaan Islam pasti datang. Siapkan diri, siapkan generasi terbaik kita untuk menyambutnya. Bismillah...

Minggu, 03 Februari 2019

Best Friends Until Jannah

Sungguh bodohnya aku kala itu, yang karena tergiur hiruk- pikuk dunia, aku menjadi gampang baper oleh perlakuan teman-teman di sekitarku.
Karena aku termasuk tipe pemerhati, aku sering memerhatikan tingkah laku orang lain di sekitarku. Kebaperan itu terjadi saat aku ulang tahun, saat teman- teman KKN memberikan selamat padahal sudah lebih dari sebulan kita tidak bertemu tetapi mereka masih ingat hari ulang tahunku. Lalu ditambah seorang teman yang bukan termasuk ikhwah memberikan kado, disusul dengan beberapa teman-teman (masih bukan ikhwah) yang super baik dan menolong tugasku-seperti aku butuh A dan mereka langsung mengirimkan file yang aku butuhkan. Kalau dengan ikhwah-ini cuma dari segi perspektif dan pengalamanku- boro-boro tahu ulang tahunku, kalau ngobrol seringnya tentang amanah. Kalau aku minta tolong kadang seringnya ditunda-tunda terus kelupaan.
“Masak ya mbak kita ngomonginnya amanah mulu, ngomongin yang lain kek, yang bikin bahagia! Ngomong ini, disangkutinnya sama amanah, ngomongin itu, tiba-tiba dikaitkan sama amanah,” pernah aku protes dengan kakak tingkatku mengenai obrolan amanah ini karena aku merasa kita butuh selain obrolan amanah gitu lho!
“Terus mau ngobrolin apa? Kita hidup untuk ummat.”
Sejenak aku terdiam. Udah ngomongin ummat, berat. Mau protes lagi, justru aku yang harusnya muhasabah diri. Kalau udah mulai anti dengan amanah, lebih baik banyak- banyak istighfar, mungkin ada yang salah sama diri kita.
Then, yang aku lihat, banyak aktivis dakwah yang apa-apa ditanggung sendiri, apa-apa dikerjakan sendiri, dan akhirnya mereka merasa sendiri padahal mereka berada di keramaian. Nah, karena mereka hobinya gerak cepat, menyelesaikan urusan agar bisa mengerjakan urusan yang lain, jadi deh terjadi hal semacam tadi. Padahal, prinsipnya amal jamai bukan seperti itu.
“Kenapa dia nggak bilang kalau dia lagi sibuk? Padahal kan bisa kubantu,” sebut saja ukhti A sedang berbicara.
“Dia bilang mau nganterin suratnya kapan?” tanya ukhti B. “Besok.”
“Ya sudah, berarti besok.”
“Nanti sibuk lagi, bilang besok lagi. Apa aku minta aja ya suratnya? Biar aku yang nganterin?”
“Nggak usah, Ukh. Percaya deh sama dia. Amal jamai emang gitu. Kalau anty semua yang ngerjain, namanya bukan amal jamai.”
Dan, salah seorang kakak tingkat pernah berkata kepada adik tingkatnya, “Bukannya tipe macam itu kamu banget dek?”
“Sekarang aku sedang berusaha berubah, Mbak! Nggak mau apa-apa aku kerjain sendiri! Capek! Ada teman-teman yang mau bantuin kok! Meskipun bantuinnya emang kadang nggak sesuai harapan, namanya juga amal jamai.”
Ya, kerja-kerja sendiri itu selain terjadi di dalam amanah organisasi juga terjadi di kehidupan sehari-hari karena nggak mau merepotkan orang lain.
“Ya Allah, dia ujiannya sendirian, nggak ada temen-temen yang bantuin.”
Aku pernah mendengarnya dan posisinya kita datang ketika dia sudah ujian, kadonya pun kita iuran beberapa orang gitu. Pokoknya aku merasa sangat berbeda dengan orang yang bukan ikhwah. Kalau bukan ikhwah, temannya itu ditemani dari awal bahkan sebelum dosennya datang, ditemani menunggu, dan masing-masing orang bawa kado. Sampai aku pernah berpikir, “Kita tu temen, ber-ukhuwah, beberapa kali dapat materi ukhuwah islamiyah, tetapi ya kok kadang ber-ukhuwah-nya gini amat. Kadang saling menyakiti, kadang saling tak peduli. Haha! Lucu, ya!”
Sampai di satu titik akhirnya aku sadar bahwa aku sangat mencintai kalian, ikhwahfillah. Aku mencintai kalian karena Allah. Aku mencintai kalian yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yang berusaha untuk taat, berhijrah, dan istiqomah. Aku mencintai kalian yang semangat ikut kajian, semangat dalam menyambut seruan dakwah. Kalian adalah teman yang tidak menjanjikan dunia, kalian adalah teman yang menjanjikan pertemuan di surga. Karena itu kalian tidak mengingat tanggal lahirku, kalian tidak selalu ada untukku, dan kadang kalian juga nggak peka, kadang nggak ngasih perhatian yang aku inginkan. Karena aku yakin, kalian sangat paham bahwa mengingat hari kelahiran bukan untuk dirayakan tetapi untuk dihayati bahwa umur kita telah berkurang, kita semakin mendekat pada ajal. Dan ketidakperhatiannya kalian hanya tampak dari luar karena aku yakin kalian sering mendoakan kebaikanku, kalian sering menyebutku dalam doa-doa kalian, dan menitipkanku pada Allah, bahwa tanpa kalian aku akan baik-baik saja, asalkan tak kehilangan Allah di hatiku.
Jujur, di balik semua kekurangan yang aku sebutkan di atas, aku merasakan manisnya iman saat bersama kalian. Aku merasakan manisnya ukhuwah islamiyah. Aku merasakan rasa saling tolong-menolong, tak hanya untuk dunia, tetapi untukNya, untuk ridhoNya, jannahNya.
Ukh... suatu hari akan ada yang namanya hari perpisahan. Sebuah pintu gerbang yang akan membatasi pertemuan kita. Saling mendoakan, ya.. Doa kitalah yang akan menembus langit, menembus jarak. Aku sayang kalian karena Allah!
Ya Allah, terima kasih telah mempertemukanku dengan mereka, orang-orang yang mencintaiMu, mencintai RasulMu. Ya Allah, jaga mereka selalu dalam lindunganMu. Jaga ukhuwah kami hingga mampu menembus arasyMu. Jadikan mereka sahabatku, tak hanya di dunia ini. Cinta yang abadi, bertemu di surga, karenaMu.

1000 Tahun Cahaya



Malam itu, aku terkagum-kagum pada langit pukul 3. Bintangnya bertaburan. Indah. Sekian lama tak melihat bintang bertaburan karena di daerah bawah langitnya tertutup asap. And... nonton bintangnya bareng sama anak- anak UMAI yang lagi MSC X~~
Kalau lihat bintang malam ini, aku jadi teringat, bahwa ada yang bisa menembus langit berbintang, adalah doa. Tanah yang kita injak berbeda, kau ada di sana. Namun langit kita tetaplah sama. Bintang yang kita tatap pun sama. Untukmu yang masih rahasia, blaaahhh mulai ngawur.
Kalau lihat bintang di atas sana, aku jadi teringat bahwa cahaya bintang yang kita lihat sekarang, bukanlah cahaya yang secara langsung sampai ke bumi. Bisa jadi cahaya itu telah berusia 1000 tahun. Karena jarak bumi dan bintang sangatlah jauh, bisa jadi cahaya yang sampai ke bumi adalah cahaya yang dipancarkan bintang 1000 tahun lalu. Bisa jadi bintangnya sekarang sudah mati dan yang tersisa hanya cahayanya. Menakjubkan sekali, bukan? Seolah kita diajarkan bahwa hidayah bisa jadi datangnya bukan sekarang, namun Allah kan datangkan hidayah entah kapan, sebulan lagi, setahun, sepuluh tahun.
Ketika sesi materi 2 di MSC X, pembicaranya adalah ustad Andri. Beliau bercerita bahwa ada seorang pemabuk yang masuk Islam. Rasulullah sudah menyuruhnya untuk meninggalkan khamr tetapi dia tidak mau. Setelah Rasulullah meninggal pun dia tetap jadi pemabuk. Kepemimpinan beralih kepada Abu Bakar. Pemabuk tadi tetaplah jadi seorang pemabuk. Abu Bakar meninggal, kepemimpinan beralih ke Umar bin Khattab. Saat itu, ada perang melawan Romawi. Pemabuk tadi ingin sekali ikut berperang tetapi tidak diperbolehkan oleh panglima perang karena yang boleh ikut berperang adalah orang-orang yang bersih, yang tidak bermaksiat. Tahu sendirilah kalau pasukan perang isinya orang-orang yang suka bermaksiat. Apa hal yang paling ditakutkan saat perang? Bukan jumlah musuh yang ditakutkan tetapi adanya pasukan yang melakukan maksiatlah yang akan menjadi sebab kekalahan.
Nah, si pemabuk tadi, dia benar-benar ingin ikut berperang. Tetapi karena emang nggak boleh, akhirnya pemabuk tadi diikat di tiang di dalam tenda dan ditunggu oleh seorang muslimah. Karena si pemabuk tadi benar-benar ingin ikut berperang, dia memelas kepada sang muslimah agar dibuka ikatannya. Karena emang cewek ya, nggak tegaan, akhirnya dibuka tuh ikatan si pemabuk. Si pemabuk langsung lari ke medan perang. Para pasukan kaget tuh ngelihat dia! Disuruh pulang nggak mau. Akhirnya si pemabuk tadi berperang dengan hebat. Dari perang tersebut, si pemabuk tadi akhirnya sadar dan nggak mau mabuk lagi. Seusai perang ia kembali ke tenda dan mengikat dirinya kembali ke tiang. Sejak saat itulah dia bertobat dan tidak akan mabuk lagi. Masyaallah...
Bayangin deh! Hidayah Allah datangnya tanpa diduga. Dia diminta Rasulullah buat nggak mabuk aja nggak mau! Diminta Abu Bakar buat berhenti mabuk juga nggak mau! Diminta Umar juga nggak mau! Tetapi ia berhenti karena telah terjun ke medan perang. Masyaallah...
Mungkin ketika kita mengajak orang lain kepada kebaikan, saat ini mereka memang tidak mau menerima ajakan kita. Tetapi bisa jadi hidayah Allah memang datangnya bukan sekarang. Bisa jadi besok, seminggu lagi, sebulan lagi, setahun lagi, atau sepuluh tahun lagi, allahu’alam. Karena itu jangan lelah mengajak seseorang dalam kebaikan, seperti bintang yang tidak lelah bersinar, menghabiskan sisa hidupnya untuk menyinari orang lain. Karena bisa jadi cahaya kita sampai ke bumi tidak sekarang, seribu tahun lagi, bahkan selepas kita meninggal, masih ada bekas-bekas cahaya yang sampai ke bumi, menemani seorang gadis yang suka melihat langit berbintang. Dan juga, jangan lupa mendoakan orang yang kita ajak dalam kebaikan. Bukankah mudah bagi Allah untuk membolak-balikkan hati manusia?
Aku suka jadi bintang. Dan aku paling suka bertemu hujan. Sekarang sedang musim kemarau. Hujan menyapa jarang- jarang. Jujur, aku rindu pada hujan. Aku rindu pada tetesnya. Aku rindu hujan-hujanan. Aku rindu bau tanah selepas hujan. Karena ketika diri ini bertemu dengan hujan, seolah ada sajak-sajak indah yang datang dan berkata, “Lihatlah, mudah bagi Allah untuk menghidupkan bumi setelah mati. Sama halnya mudah bagi Allah melunakkan hatimu yang telah mengeras. Mudah bagi Allah menghapus semua kesedihanmu, seperti hujan yang mengalirkan segalanya ke laut, membersihkan daratan ketika rintiknya datang.”


Sabtu, 02 Februari 2019

Sudah Bukan untuk Kita


“Bioskop itu, bukan tempatnya kalian! Bukan berarti kalau ada film islami langsung berbondong-bondong ke bioskop. Tetapi film islami itu ditujukan untuk orang-orang awam agar lebih mengenal Islam!” dengan tegas seorang ustad berceramah di sebuah diskusi yang bertemakan ‘Adab ADK’.
Memang sekarang ini adab seorang aktivis dakwah mulai dipertanyakan mulai dari jam malam, interaksi lawan jenis, upload foto, dan lain sebagainya. Ustad menjelaskan bahwa diadakannya jam malam memang tidak ada dalam Al-Quran, bahkan di hadits pun juga tidak tertulis mengenai jam malam. Kalau di Unnes, jam malamnya adalah jam 20.00 di mana tidak boleh keluar dari kos dan tidak boleh berinteraksi lawan jenis (baik online maupun offline). Tetapi kenyataannya, jam malamnya ada yang jam 21.00 maupun sampai jam 22.00. Ustad menjelaskan, Q.S Al-Falaq bisa menjadi tuntunan kenapa kita harus menjaga adab agar tidak keluar malam maupun tidak berinteraksi (baik online maupun offline) dengan lawan jenis di malam hari.
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (fajar), dari kejahatan (makhluk yang) Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan (perempuan-perempuan) penyihir yang meniup pada buhul-buhul (talinya), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”” (QS. Al-Falaq: 1-5)


Nah, dari surat Al-Falaq tersebut dijelaskan bahwa malam hari memang berbahaya. Santet dilakukan malam hari. Pencurian, pembunuhan, begal juga dilakukan pada malam hari. Nah, lebih baik tidak keluar ketika malam.

Ustad juga menjelaskan terkait mudharat dan maslahat. Lebih baik mana, mencegah mudharat atau menciptakan maslahat? Beliau memberi contoh, misalnya di rohis, besok ada acara dan ada sesuatu yang harus dibahas sementara sudah pukul 11 malam, apakah yang harus kita lakukan? Ustad berkata bahwa lebih baik mencegah mudharat daripada menciptakan maslahat. Mengadakan acara adalah sebuah maslahat tetapi membahas sesuatu apalagi ikhwan- akhwat di atas jam11 malam, bukankah itu sebuah mudharat? Nah, lebih baik tidak perlu dibahas, dibahas besok saja di atas pukul 5 pagi. Insyaallah Allah meridhoi dan memberkahi. Percaya deh! Jika kita melaksanakan sesuatu berdasarkan syariat, insyaallah Allah akan memberikan jalan keluar di atas segala permasalahan.

Bagaimana dengan foto selfie? Hijab itu kan fungsinya untuk melindungi dan menjaga, ya. Tetapi dengan foto tersebut dan jadi terekspos dan bisa dilihat siapa saja. Yang kalau di jalan ketemu saling menundukkan pandangan tetapi ternyata di dunia maya wajahnya bisa dengan mudah dilihat, lalu apa gunanya menundukkan pandangan? Ya emang

semua tergantung niatnya. Kalau niatnya berdakwah kan nggak papa, ya? Tetapi ustad kembali menekankan. Mencegah mudharat lebih baik dari menciptakan maslahat. Sama halnya dengan anak rohis foto bersama di studio. Ustad mewanti-wanti barangkali ada rasa terselip di hati aktivis dakwah. Kan urusan hati nggak ada yang tahu. Barangkali si A ternyata naksir si B. Allahu’alam.
Kayak lagunya Kang Abay juga sebenernya udah nggak cocok buat aktivis dakwah. Kan yang suka sama lagunya beliau aku ya... Sekarang bukan saatnya mendengarkan lagu- lagu galau tetapi lebih banyak mendengarkan murotalan. Mendengarkan lagu boleh tetapi tidak lupa dengan Al-Quran. Nonton film boleh, tetapi tidak lupa shalat tahajud. Jangan sampai amalan yaumiyah-nya dilewatkan yaaa... Jaga ruhiyah, jangan sampai mengering, hehe!
Ustadzah Diah tu pernah bilang, kalau kita melakukan amal buruk dan amal baik secara bersamaan, maka amal- amal baik itu akan luruh. Iya sih baca Al-Quran 1 juz sehari, tetapi dengerin musik galaunya dua jam. Sama aja, kan? Beliau mencontohkan, mau ngecat rumah.
“Pak, saya mau ngecat rumah. Lama nggak, Pak?” tanya beliau ke tukang cat.
“Iya harus diamplas dulu, Bu catnya yang lama. Kalau mau cepat bisa, tinggal dicat lagi tapi nanti catnya gak tahan lama, gampang luruh.”



Nah, sama kayak amal-amal kita. Cat yang lama ibarat amal buruk. Kalau amal buruk dan amal baik dijadikan satu, amal baiknya akan luruh. Biar awet gimana? Tobat dulu.. Bersihkan amal buruk, baru lakukan amal baik. Keep spirit! Semangaaatt~ Minta sama Allah agar diistiqomahkan ^^