Sungguh bodohnya aku kala itu, yang karena
tergiur hiruk- pikuk dunia, aku menjadi gampang baper oleh perlakuan teman-teman di sekitarku.
Karena aku
termasuk tipe pemerhati, aku sering memerhatikan tingkah laku orang lain di
sekitarku. Kebaperan itu terjadi saat aku ulang tahun, saat teman- teman KKN memberikan selamat
padahal sudah lebih
dari sebulan kita tidak bertemu tetapi mereka masih ingat hari ulang tahunku. Lalu ditambah
seorang teman yang bukan
termasuk
ikhwah memberikan kado,
disusul dengan beberapa teman-teman (masih
bukan
ikhwah) yang super baik dan menolong tugasku-seperti aku butuh A dan mereka langsung mengirimkan
file yang aku butuhkan. Kalau
dengan
ikhwah-ini cuma
dari segi perspektif dan pengalamanku- boro-boro tahu ulang tahunku, kalau
ngobrol seringnya tentang amanah. Kalau aku
minta tolong kadang seringnya ditunda-tunda terus kelupaan.
“Masak ya
mbak kita ngomonginnya amanah mulu, ngomongin
yang lain kek, yang bikin bahagia! Ngomong ini,
disangkutinnya sama amanah, ngomongin itu, tiba-tiba dikaitkan sama amanah,” pernah aku protes dengan
kakak tingkatku mengenai obrolan amanah ini karena aku merasa kita butuh
selain obrolan amanah
gitu lho!
“Terus mau
ngobrolin apa? Kita hidup untuk ummat.”
Sejenak aku
terdiam. Udah ngomongin ummat, berat. Mau protes lagi,
justru aku yang
harusnya
muhasabah diri. Kalau udah mulai anti dengan amanah,
lebih baik banyak- banyak istighfar, mungkin ada yang salah
sama diri kita.
Then, yang aku lihat,
banyak aktivis dakwah
yang apa-apa ditanggung sendiri,
apa-apa dikerjakan sendiri, dan akhirnya mereka merasa
sendiri padahal mereka
berada di keramaian. Nah, karena mereka
hobinya gerak cepat,
menyelesaikan urusan agar bisa mengerjakan urusan yang lain, jadi deh terjadi hal semacam tadi. Padahal, prinsipnya
amal jamai bukan seperti itu.
“Kenapa dia nggak
bilang kalau dia lagi sibuk?
Padahal kan bisa kubantu,” sebut
saja ukhti A sedang berbicara.
“Dia bilang
mau nganterin suratnya
kapan?” tanya ukhti B.
“Besok.”
“Ya sudah, berarti besok.”
“Nanti sibuk
lagi, bilang besok
lagi. Apa aku minta aja ya
suratnya? Biar aku yang nganterin?”
“Nggak usah, Ukh. Percaya
deh sama dia.
Amal jamai
emang gitu. Kalau
anty semua yang ngerjain, namanya bukan
amal jamai.”
Dan, salah seorang
kakak tingkat pernah berkata kepada adik tingkatnya, “Bukannya tipe macam itu
kamu banget dek?”
“Sekarang aku sedang berusaha berubah, Mbak! Nggak mau apa-apa aku kerjain
sendiri! Capek! Ada teman-teman yang mau bantuin
kok! Meskipun bantuinnya emang kadang nggak sesuai harapan, namanya juga
amal jamai.”
Ya, kerja-kerja sendiri itu selain
terjadi di dalam
amanah organisasi juga
terjadi di kehidupan sehari-hari karena nggak mau merepotkan orang lain.
“Ya Allah, dia ujiannya sendirian, nggak ada temen-temen yang bantuin.”
Aku pernah
mendengarnya dan posisinya kita datang ketika dia sudah ujian, kadonya pun kita
iuran beberapa orang gitu. Pokoknya
aku merasa sangat
berbeda dengan orang yang bukan
ikhwah. Kalau bukan
ikhwah, temannya
itu ditemani dari awal bahkan sebelum dosennya datang, ditemani menunggu, dan masing-masing orang bawa
kado. Sampai aku pernah
berpikir, “Kita tu temen, ber-
ukhuwah,
beberapa kali dapat materi
ukhuwah islamiyah, tetapi ya kok kadang ber-
ukhuwah-nya gini amat. Kadang
saling menyakiti, kadang saling
tak peduli. Haha!
Lucu, ya!”
Sampai di satu titik akhirnya aku sadar bahwa aku sangat
mencintai kalian,
ikhwahfillah. Aku
mencintai kalian karena Allah. Aku
mencintai kalian yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yang berusaha untuk taat,
berhijrah, dan
istiqomah. Aku mencintai
kalian yang semangat ikut kajian, semangat dalam menyambut seruan dakwah. Kalian
adalah teman yang tidak menjanjikan dunia,
kalian adalah teman yang menjanjikan pertemuan di surga.
Karena itu kalian
tidak mengingat tanggal lahirku,
kalian tidak selalu
ada untukku, dan kadang
kalian juga nggak
peka, kadang nggak
ngasih perhatian yang aku inginkan. Karena aku yakin,
kalian sangat paham
bahwa mengingat hari kelahiran bukan untuk dirayakan tetapi untuk dihayati
bahwa umur kita telah berkurang, kita semakin mendekat pada ajal. Dan
ketidakperhatiannya kalian hanya
tampak dari luar
karena aku yakin kalian sering
mendoakan kebaikanku, kalian
sering menyebutku dalam doa-doa kalian, dan menitipkanku pada Allah,
bahwa tanpa kalian aku akan baik-baik saja, asalkan tak kehilangan Allah di hatiku.
Jujur, di balik semua kekurangan yang aku sebutkan
di atas, aku merasakan manisnya iman saat
bersama kalian. Aku merasakan
manisnya
ukhuwah islamiyah. Aku
merasakan rasa saling
tolong-menolong, tak hanya untuk
dunia, tetapi untukNya, untuk ridhoNya, jannahNya.
Ukh... suatu hari akan
ada yang namanya
hari perpisahan. Sebuah pintu
gerbang yang akan
membatasi pertemuan kita. Saling mendoakan, ya.. Doa kitalah
yang akan menembus langit, menembus
jarak. Aku sayang
kalian karena Allah!
Ya Allah,
terima kasih telah
mempertemukanku dengan mereka, orang-orang yang
mencintaiMu, mencintai RasulMu. Ya Allah, jaga mereka
selalu dalam lindunganMu. Jaga
ukhuwah kami hingga mampu menembus arasyMu.
Jadikan mereka sahabatku, tak hanya di dunia ini. Cinta yang abadi,
bertemu di surga,
karenaMu.