Senin, 28 Januari 2019

Hidup dalam Penilaian Orang

Apa kamu kenyang hidup dalam penilaian orang? Apa kamu merasa nyaman karena orang-orang menganggapmu baik dan alim? Dan ketika kamu melakukan kesalahan atau hal-hal yang menyebabkan mereka berprasangka buruk, kamu jadi takut mereka mengecapmu tidak baik?
Aku pernah merasakannya. Hidup dalam penilaian orang itu tidak menyenangkan. Kau hanya akan dihantui oleh perasaan ingin dianggap baik. Kau hanya akan memikirkan bagaimana kau akan dianggap baik di mata mereka. Tindakanmu selalu berorientasi agar orang-orang mengecapmu baik. Tidak menyenangkan, bukan?
Aku pernah merasakannya. Hidup dalam penilaian orang. Sebut saja aku memiliki tiga organisasi. Di organisasi A, aku termasuk orang yang aktif, punya posisi penting, setiap kali ada rapat aku bisa hadir. Organisasi B, posisiku sebenarnya hanya staff, tetapi aku aktif, dan sering datang rapat. Sedangkan di organisasi C, aku hanya staff, sering tidak datang rapat karena memang ada keperluan (kebetulan jadwal rapatnya selalu berbenturan dengan agendaku), dan aku newbie di situ, mau aktif susah karena aku tidak paham apa yang bisa aku lakukan, mau tanya-tanya tidak enak karena aku dari awal memang tidak aktif (Padahal temen-temen biasa aja kalo aku tanya).
Aku peduli dengan ketiga organisasi itu. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk ketiganya. Tetapi nyatanya nggak bisa. Aku ingin memberikan ketiga organisasi itu porsi yang sama. Aku takut dicap tidak adil karena lebih mementingkan organisasi A dan B sedangkan organisasi C aku telantarkan. Aku takut dianggap tidak amanah lagi. Aku takut dianggap berkontribusi karena posisi, begitu mendapatkan posisi yang tidak begitu urgent, langsung ambil sikap tidak peduli. Aku takut jika malah di organisasi C aku tidak memberikan kontribusi, malah jadi beban buat teman-teman.
Sampai di sebuah titik, aku sadar, aku terlalu memikirkan penilaian orang lain tentang diriku. Aku terlalu takut dianggap tidak baik atau pun tidak layak. Aku takut ukhuwah yang dijalani selama ini malah jadi koyak karena aku tidak loyal, jarang ikut rapat, lebih memilih organisasi lain. Padahal teman-teman tidak ada yang tahu apa yang kujalani sehari-hari. Teman-teman tidak tahu seberapa besar effort-ku untuk mengemban amanah ini.
Ketika kita diamanahkan sesuatu, bukan berarti kita mampu mengemban amanah tersebut. Bukan berarti pula kita yang terbaik di sekian banyak manusia baik. Bukan, bukan itu. Tetapi amanah mengajarkan kita untuk belajar lebih jauh. Aku tidak merutuki karena telah mendaftar di organisasi C. Ketika aku berpikir bahwa aku tidak mampu mengemban amanah itu, otakku langsung memproses, “Apa  yang bisa kupelajari?”. Di organisasi manapun, aku ditempatkan di posisi itu bukan karena aku hebat, punya skill, maupun rajin liqo. Tetapi karena kakak-kakak ingin aku belajar lebih jauh dan hasil belajarnya bisa ku-estafetkan ke adik-adik.
Dan untuk ketiga organisasiku itu, aku memang tidak bisa memberikan porsi yang sama. Meskipun porsinya tidak sama, aku akan tetap berusaha sebaik mungkin mengemban amanah ini, berusaha sebanyak mungkin bisa berkontribusi! Semangaaat... Maaf ya buat teman-teman yang merasa aku menghilang maupun menjauh... Maaf udah bikin kalian kecewa...
Bukankah kita ini merdeka? Merdeka dari penilaian orang terhadap kita. Merdeka menjadi diri kita sendiri. Merdeka meskipun kita banyak kurangnya. Merdeka! Merdeka!
Aku hidup bukan untuk terkungkung dalam penilaian orang. Terserah orang mau mikir apa, aku akan tetap bekerja keras semampuku. Aku melakukan semua ini bukan untuk disukai orang-orang. Aku melakukan semua ini bukan buat pujian. Aku melakukan semua ini karena Allah, aku mau dicintai Allah. Aku melakukan semua ini bukan “Biar kalian nggak kecewa”, ‘Biar kalian seneng”, “Biar aku diterima”, “Biar kalian percaya sama aku”. Bukan, bukan  itu. Toh jika ternyata amanah ini dilimpahkan ke orang yang lebih baik dari aku, aku sudah siap. Aku tak mau jika harus melakukan segala upaya hanya untuk mendapatkan sebuah amanah. Tetapi biarlah amanah itu datang sendiri, kepada diriku yang apa adanya. Dan kalau amanah itu datang, takkan kutolak. Karena amanah itu datang bersama penerimaan akan diriku yang apa adanya.
“Mulai fokus terhadap penilaian orang lain terhadap diri kita adalah salah satu gejala futur.” (Mas Yonif, Kajian Selasa Sore SKI-Familia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar